Sunday 21 August 2016

PEMIMPIN YANG TAHU DIRI Oleh : Suyito, S.Sos, M.Si Dosen Sosiologi Stisipol Raja Haji Tanjungpinang & Presidium Visi Merah Putih Pusat.



Menjadi seorang pemimpin merupakan impian dari semua orang, karena menjadi pemimpin akan memberikan berkah sekaligus musibah juga pada kepemimpinannya. Karena kalau tidak amanah dalam kepemimpinannya tentu saja akan mendapat respon negative dari masyarakat. tetapi jika menjadi pemimpin di daerah selalu responsive  terhadap masalah-masalah yang ada dimasyarakat dan mampu memberikan solusi yang cerdas dan tepat, maka pemimpin seperti itu pasti akan membawa berkah kepada masyarakat. pemimpin yang tahu diri adalah pemimpin yang tidak hanya mengandalkan jabatan semata, tetapi mampu menjalankan rule atau peran secara bertanggungjawab. Menjadi pemimpin yang merakyat adalah dambaan masyarakat di daerah. Apalagi pemimpin yang sering turun ke rakyat dan tidak jauh dari masyarakat. tetapi lain halnya, apabila pemimpin yang berpikirnya secara strukturalis. Pemimpin seperti itu akan selalu formal dan kaku saat turun kelapangan masyarakat.
          Pemimpin yang tahu diri akan mampu beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan oleh masyarakat. seperti dalam bidang ekonomi harus tersedia semua kebutuhan pokok dan harga terjangkau. Pemerintah harus selalu hadir dalam wujud keberadaannya memberikan pelayanan dalam pembangunan ekonomi dimasyarakat. karena secara teoritis structural fungsional pemimpin yang mendapat mandat dari masyarakat tidak selesai begitu saja. tetapi masih ada beban moral yang harus dibuat oleh pemimpin dalam melayani semua bidang pembangunan dimasyarakat. pemimpin harus selalu hadir atau presensi ditengah-tengah masyarakat dan mampu menderita dengan masyarakat. sebab kalau pemimpin yang hanya mengandalkan pencitraan semata dan sangat strukturalis atau pemuja kekuasaan sering kali tidak bisa beradaftasi dengan kebutuhan dimasyarakat. tetapi pemimpin seperti ini justru sering kali abai dengan kepentingan masyarakat. karena sering kali pemimpin melakukan kawin kepentingan dengan para elit ekonomi untuk memperkuat modal politiknya saat sudah dekat dengan suksesi kepemimpinan dalam demokrasi electoral.
          Pemimpin yang tahu diri harus sering tampil dan hadir dimasyarakat bukan pencitraan, karena image citra hanya akan melahirkan sampah politik pencitraan. Tetapi yang lebih penting adalah berbuat dan melakukan perubahan sosial yang nyata ditengah-tengah masyarakat. tidak saja membanggakan seragam yang dipakai dengan jengkol dibajunya, tetapi punya terobosan dalam hal kemandirian membangun masyarakat dan jauh dari kesan hanya menghabiskan anggaran semata. Apalagi hanya pandainya mengeluh di media massa, tetapi miskin berbuat. Itulah wajah pemimpin yang tidak tahu diri dan tidak bertanggungjawab dalam kepemimpinannya. Sebab masyarakat memilihnya menjadi seorang  pemimpin, harus disadarinya  untuk bisa berbuat lebih maksimal lagi, bukan mengeluh kepada public. tentu saja masyarakat akan memberikan penilaian pemimpin yang tidak tahu diri dan tidak cakap dalam memimpin.
          Pemimpin yang tahu diri dalam menjalankan perannya sebagai pelayan dimasyarakat seharusnya mampu membangun perubahan persepsi dimasyarakat. karena selama ini pemimpin itu selalu minta dilayani atau pangreh. Sehingga kesan negative terhadap pemimpin seperti itu sepertinya sudah menjadi realitas sosial yang objektif alias tradisi siapa yang berkuasa. Seharusnya pemimpin itu menjadi pamong terhadap public. shifting paradigm pemimpin harus digeser menjadi pemimpin yang merakyat dan tidak cenderung politik pencitraan. Karena pemimpin yang andalkan citra hanya akan menipu masyarakat dan menjadi sampah politik pencitraan. Apalagi pemimpin yang hanya mengandalkan kekuasaan sebagai strategi untuk menindas lawan politiknya. Kemudian disupport oleh para ilmuwan yang menjadi penasehatnya, dan memberikan legitimasi terhadap apa yang disampaikan oleh pemimpin, sehingga dominasi pemimpin semakin powerfull dalam mengendalikan rakyatnya.
          Pemimpin strukturalis selalu saja di kerangkeng oleh dominasi dan hegemoni aturan yang membatasinya untuk dekat kepada masyarakat. apalagi jenjang birokrasi yang sangat berbelit-belit menjadi symbol dan cerminan sosial yang mengendalikan interaksi sosial dan politik masyarakat dengan pemimpin. Pemimpin strukturalis juga sering melipatgandakan kekuasaannya untuk bisa ofensif terhadap setiap oposisi di lingkungan kekuasaannya. Kekuasaan memang membuat seorang pemimpin selalu terpesona dan bahkan tergila-gila untuk tetap mempertahankan dengan segala cara. Sehingga pemimpin yang tahu diri yang diharapkan oleh masyarakat selalu kandas dalam bayang-bayang kekuasaan yang mengkolonisasi seorang pemimpin.
          Pemimpin yang terjebak dengan kekuasaan yang sempit, selalu memaknai hanya milik pemerintah dan institusi semata. Padahal dalam good governance atau tata kelola pemerintahan harus selalu melibatkan stakeholder yang lain sebagai bentuk tanggungjawab bersama untuk tujuan mensejahterakan masyarakat dan controlling. Pemimpin yang terjebak dalam kekuasaan seperti itu selalu cenderung kurang mau di evaluasi oleh bawahannya, padahal pemimpin juga sebagai manusia yang juga sering salah dalam mengambil setiap keputusan.
          Oleh karena itulah kita butuh Pemimpin yang tahu diri dan  bisa menekankan praktik-praktik kekuasaannya sebagai sebuah kebenaran yang objektif dan mampu secara realistis dirasakan oleh masyarakat. tidak lagi bermain dalam panggung dramaturgi yang diolah dalam frons stage politik kekuasaan. Tetapi kekuasaan yang dijalankan oleh seorang pemimpin harus menjadi sebuah kebenaran dalam semua bidang kehidupan di masyarakat.
          Sehingga dalam hal seperti inilah pemimpin yang tahu diri tidak lagi mempersempit ruang kekuasaan pada institusi semata. Tetapi juga berusaha membangun kebersamaan dengan masyarakat didaerah untuk tumbuh dan berkembang secara kuat. Karena seorang pemimpin itu menjadi seorang Leader yang harus mampu menggerakkan dengan motivasi bawahannya dan masyarakat untuk produktif walaupun dalam kondisi deficit sekalipun.
          Kemudian  seorang pemimpin jangan terjebak lagi dengan kuasa yang cenderung intimidatif dan refresif dalam menjalankan otoritas. Karena sudah tidak zamannya lagi pemimpin itu anti kritik oleh rakyatnya. Tetapi bagaimana seorang pemimpin itu melakukan normalisasi dalam kekuasaannya dengan rakyatnya. Sehingga dengan kekuasaan seorang pemimpin berusaha mendidik dirinya dan bawahannya dan juga masyarakat dalam koridor aturannya dan konsekwen. Sehingga akan muncul dedikasi dan disiplin dari seorang pemimpin dan rakyatnya untuk lebih produktif lagi.

1 comment:

  1. pemimpin yang tahu diri adalah pemimpin yang tidak terperangkap dengan kerangkeng besi strukturalis. sehingga bisa turun ke masyarakat dan melakukan kerja dengan terobosan dan memberikan solusi yg tepat terhadap problematika di kehidupan masyarakat.

    ReplyDelete