Friday 12 August 2016

Pilkada Jangan Mereproduksi Koruptor Oleh : Suyito, M.Si Dosen Sosiologi Politik Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Presidium Visi Merah Putih Pusat



Pilkada semestinya menjadi mekanisme untuk menghasilkan kepala daerah yang mumpuni, punya integritas dan kapabilitas. Hanya kepala daerah dengan kualitas semacam itu yang sanggup membangun daerah demi kesejahteraan rakyat di daerah. Akan tetapi, banyak kepala daerah yang tak punya integritas dan tersangkut oleh perkara korupsi. Alih-alih mensejahterakan, kepala daerah model begitu malah menyensarakan rakyat. itu artinya sebagaian pilkada justru memproduksi koruptor didaerah. berarti tidak ada jaminan secara substansialisme dengan system pilkada langsung mendapatkan pemimpin yang berkualitas dan mampu mensejahterakan masyarakat. jaminannya ada pada masyarakat untuk tidak salah dalam memilih pemimpin, tidak rakus dengan iming-iming politik uang dan sangat sadar dengan sampah politik pencitraan. Pilkada sudah menjadi sebuah ajang setiap lima tahun sekali dalam regulasi demokrasi electoral bangsa ini, dimulai pilihan presiden sampai pilihan gubernur dan bupati atau walikota di daerah. Seleksi kepemimpinan dalam partai politik harus dijadikan batu pertama dalam mengantarkan seorang pemimpin akan di usung oleh partai politik. Karena partai politik merupakan pilar demokrasi disetiap negara demokrasi sehingga dalam menentukan calon pemimpin selalu menjadikan ideology kesejahteraan rakyat dan bisa menjawab tantangan dan masalah didaerah. terasa semakin ideal dan bernas dalam front stage atau panggung depan public.
 partai politik juga harus menggunakan kaca mata public dalam menentukan pilihan dalam mengusung seorang menjadi calon pemimpin dalam pilkada. Tetapi kenapa dalam perjalanan demokrasi electoral disetiap daerah ada kepala daerah yang tertangkap tangan kasus korupsi. Kemudian janji-janji politik saat masa kampanye tidak dipenuhi dengan berbuat secara nyata langsgung kepada masyarakat, tetapi semakin jauh dari masyarakat. sehingga sering membuat persepsi masyarakat semakin negative terhadap pemimpin yang dipih tersebut. Apalagi yang terjadi di Kabupaten Ogan ilir dengan tertangkapnya pemimpin hasil pilihan masyarakat, akibat mengkonsumsi sabu-sabu secara bersama-sama. Dosa politik masyarakat juga harus menanggung akibat tidak bisa selektif dalam menentukan pilihannya. Apalagi money politik atau politik uang menjadi variable dominan dalam setiap perhelatan pilada berlangsung, sehingga penguasa selalu mempunyai persepsi uang menjadi factor utama dalam memenangkan kontestasi demokrasi. Ini semestinya harus mampu dirubah oleh partai politik dalam menentukan calon pemimpin yang di usungnya, karena sudah jamak terjadi dalam perekrutan seleksi kepemimpinan lewat partai politik selalu menggunakan mahar politik yang sangat besar, sehingga tidak memberikan kepada calon pemimpin lainnya yang punya agenda perubahan dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Selama ini partai politik dominan dalam mengusung calon pemimpin selalu yang berkantong tebal dan banyak relasi bisnisnya. Mestinya harus dirubah dalam perekrutan calon pemimpin dalam setiap momentum pilkada-pilkada selanjutnya. Misalnya partai politik melakukan penjaringan secara ketat calon pemimpin dengan mekanisme yang ditentukan dalam partai politik pengusung. Setelah terpilih calon pemimpin dengan mekanisme yang sangat ketat dan transparan, kemudian partai politik secara all out membiayai calon pemimpin tersebut. Seluruh biaya politik ditanggung partai politik, sehingga mengurangi praktik-praktik politik transaksional. Sehingga proses demokrasi electoral didaerah menjadi bermakna dan rakyat bisa merasakan hasilnya dalam setiap kepemimpinannya.
 Pola rekrutmen dalam partai politik secara fundamental harus dirubah total, kalau mau menghasilkan pemimpin yang memikirkan rakyatnya dan serius mencurahkan pengabdiannya untuk rakyat. sehingga demokrasi di negara ini semakin sehat dan jauh dari ketidakpercayaan public. sebab sampai hari ini persepsi masyarakat dalam berpolitik masih cenderung rendah, akibat dari seleksi kepemimpinan calon kepala daerah yang selalu menggunakan variable uang. Sudah harus melakukan reformasi dalam rekrutmen dan perkaderan di partai politik. Karena sudah seharusnyalah partai politik menghasilkan kaderisasi politik yang berkualitas, bermartabat dan mampu memberikan solusi kepada public, juga sangat berintegritas.
Sudah seharusnya partai politik memberikan kontribusi secara nyata dalam demokrasi berkualitas. Sehingga perubahan sosial dan politik yang mengarah pada keberpihakan pada rakyat semakin nyata. Konflik dan friksi dalam internal partai politik hanya akan menganggu konsolidasi dan integrasi dalam partai politik. Untuk itulah partai politik harus serius dalam membenahi kaderisasi calon pemimpin dalam partainya, sehingga bisa meningkatkan kepercayaan public terhadap pilar demokrasi tersebut. Selanjutnya kaderisasi partai politik harusnya mampu menyiapkan kader pemimpin yang baik, berintegritas dan punya kapasitas. Dengan begitu, partai politik tak perlu repot-repot lagi dalam mengusung dari calon luar. Usung saja kader dari dalam yang terbaik dan partai politik mungkin perlu berkoalisi dalam memenangkan sang kader dalam pilkada. Mudah-mudahan elit partai politik menjadikan momentum pilkada serentak saat ini untuk berubah secara internal dan selalu beradaftasi dengan kebutuhan pemimpin dimsyarakat. Agar tujuan demokrasi yang substansial akan tercapai dengan menggantikan demokrasi yang hanya procedural saja. semoga pola perubahan dalam wajah partai politik di negara ini memberikan kontribusi positif terhadap pilkada yang menghasilkan pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat dan tidak menjadi sampah politik pencitraan.

No comments:

Post a Comment