hujan
deras yang turun sejak pukul 10.00 hingga pukul 13.00 kemaren membuat sejumlah
ruas jalan di kota tanjungpinang terkena banjir. salah satu jalan yang selalu
langganan banjir ialah jalan pemuda. setelah hujan jalan ini nampak seperti
sungai. sehingga roda dua takut melewatinya akibat tingginya banjir seteleh
hujan. menurut Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Air, Lingkungan dan
Lingkungan (ALIM), Kherjuli memprediksi Kota Tanjungpinang akan darurat atau
dikepung banjir. Hal ini dikarenakan drainase yang dibangun tidak terpadu,
pemotongan bukit dan penimbunan rawa terus dilakukan serta anak-anak sungai
sudah banyak yg sudah ditutup dan berubah fungsi. Apalagi kondisi tanah di
Tanjungpinang tidak menyerap air. Sehingga tanjungpinang akan dikepung banjir
meskipun dalam durasi pendek.
Pembangunan
di Kota Tanjungpinang banyak melakukan pemotongan bukit namun tidak diikuti
pelaksanaan aturan yang ditetapkan. Seperti pembuatan drainase sesuai ketentuan
disertai dibuatkan ruang terbuka atau tanaman. Ini akibat tidak punya konsep
pembangunan yang berbasis lingkungan. Padahal itu mutlak diperlukan agar bisa
mencegah banjir saat hujan. Walaupun durasinya pendek tetapi tetap saja
mengganggu masyarakat unutk jalan di kota tanjungpinang. percepatan pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintahan Kota Tanjungpinang harus selalu didukung,
tetapi jangan sampai tidak memperhatikan aspek lingkungan yang ada. Ideology pembangunan
sepertinya menjadi suatu keharusan di era otonomi daerah, tetapi kerusakan
lingkungan mestinya tidak terjadi. Public melihat dengan kondisi seperti ini
sebagai tanda tidak becus dan profesionalnya dalam mengelola pemerintahan. Masalah
banjir dan sebab-musababnya mesti diselesaikan dengan segera, agar penampakan
banjir bisa diminimalisasikan.jangan sampai pemimpin dikota ini mencari dalih
atau argumentasi.
Secara
politik, dalam ruang demokrasi saat ini wajar saja public melakukan kritikan
terhadap persoalan ini. Karena dalam perjalanan pemerintahan saat ini masih juga
selalu banjir saat hujan. Kinerja penguasa mestinya juga dievaluasi oleh
masyarakat, karena tidak serius dalam penanganan masalah banjir. Masyarakat saat
pemilukada itu memilih Walikota, bukan kepala dinas. jadi ada beban moral
dipundak seorang pemimpin. Masyarakat memilih pemimpin, setelah terpilih
mengelola dana public seperti APBD, kemudian punya anak buah yang professional sesuai
dengan kompetensinya. Tidak ada alasan untuk bekerja dengan konsep pembangunan
yang berbasis lingkungan. Karena jangan sampai muncul persepsi negative masyarakat,
apalagi setiap banjir selalu menyalahkan pihak lain. Apalagi secara panggung
sosial dimasyarakat, banjir itu selalu terlihat saat habis hujan.
Secara system sosial masyarakat,
pemimpin punya peran dan peranan untuk serius dalam penanganan banjir. Peran seorang
pemimpin harusnya menggerakkan bawahannya bekerja secara terukur dan pasti
tentang mengatasi masalah banjir. Jangan sampai muncul alternative fungsional
dari masalah banjir ini. Masyarakat dalam system sosial akhirnya memberikan
kesan masalah banjir biasa terjadi, akibat tidak ditangani secara serius. Penguasa
harus banyak mendengar keluhan public, jangan sampai system sosial terganggu
hanya karena masalah sepele seperti ini. Menurut seorang filsuf Yunani Kuno,
Diogenes Laertius, kita memiliki dua
telinga dan hanya selembar lidah agar lebih mengedepankan mendengar disbanding bicara.I.
itu artinya jangan sampai abai keluhan public, baik di media sosial, media
massa. Jadilah pemimpin yang berkuping tebal, itulah resiko seorang pemimpin. Harus
siap menerima kritikan dari public, pemimpin itu harus banyak bekerja. Bukan hanya
pencitraan semu yang tidak ada membawa perubahan apapun dimasyarakat. Menurut Agus
Salim, pemimpin itu harus menderita, karena harus ada ditengah-tengah
masyarakat. Sebab juga dalam setiap kontestasi pilkada masyarakat selalu
didatangi oleh calon penguasa meminta legitimasi untuk dipilih. Setelah terpilih
dan mendapatkan mandat dari masyarakat seharusnya segera bekerja untuk
masyarakat. Seorang pemimpin daerah itu harus bekerja 24 jam untuk rakyatnya. Bukan
seperti pekerja karir, 8 jam bekerja dan malamnya mencari kerja sampingan.
Generasi pemimpin saat ini harusnya jangan
jadi penikmat saja tetapi generasi pembangun yang mengedepankan profesionalitas
dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dengan berbagai jembatan ilmu yang
ada. Seperti Ibnu Khaldun katakan ada tiga tipologi generasi saat ini yaitu
generasi pendiri, generasi pembangun dan generasi penikmat. Jangan sampai
generasi pendiri kecewa dengan pemimpin saat ini, karena tidak mampu
menyelesaikan persoalan-persoalan public dengan menggunakan jembatan ilmu yang
ada. Pemimpin sekarang ini mestinya menjadi generasi pembangun yang tetap
memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Baik itu lingkungan alam disekitar kita,
maupun lingkungan sosial dimasyarakat. Jangan sampai hanya jadi generasi
pemimpin penikmat pembangunan, tetapi tidak membawa perubahan. Kemudian yang
harus dihindarkan adalah menjadi generasi pemimpin perusak pembangunan, karena
selalu abai dengan public dan bekerja tidak dengan kaca mata public.
Secara
postmodernisme ideology pembangunan jangan lagi selalu mengedepankan aspek
metanaratif universal. Karena setiap daerah selalu mempunyai social genious dan
kearifan local atau local wisdom. Nilai-nilai local suatu budaya daerah
harusnya menjadi pijakan dalam setiap pembangunan. Jangan sampai kebijakan
pembangunan memarginalkan atau meminggirkan aspek kearifan local masyarakat
setempat. Untuk itulah perlu jembatan ilmu dalam setiap membangun di Kota ini.
agar tetap bisa dinikmati public dan memperkecil resiko yang ada. Setiap pembangunan
dimasyarakat,baik dibangun oleh swasta ataupun pemerintah harus tetap ramah
lingkungan. Sementara itu pemerintahan harus memberikan sanksi tegas apabila
ada pihak swasta yang melanggar aspek lingkungan saat membangun, agar efek jera
dalam masyarakat. Bisa juga dengan sanksi pembongkaran setiap pembangunan yang
tidak memperhatikan aspek lingkungan. Sementara juga pemerintah juga harus
memberikan keteladanan dalam setiap pembangunan mengedepankan aspek lingkungan
secara fundamental.
No comments:
Post a Comment