Dalam analisis poststrukturalisme
tentang kekuasaan ekonomi dan politik di kepulauan ternyata masih kuatnya
relasi kuasa oleh kekuasaan yang tersembunyi (hidden power) dan kekuasaan yang tidak kelihatan (invisible power). Seperti yang
dicetuskan oleh Gaventa dalam teori kubus kekuasaan. Menurut Gaventa dalam
Halim (2014:61) menjelaskan kekuasaan tersembunyi merupakan kekuatan yang
digunakan untuk kepentingan pribadi, kekuasaan ini muncul dalam rangka untuk
mempertahankan kekuasaan dan privilege dari
kepentingan-kepentingan. Untuk mempertahankan kepentingan maka diciptakanlah
halangan-halangan dan gangguan-gangguan yang bisa membendung partisipasi kritis
rakyat. sementara itu kekuasaan yang tidak kelihatan, pada prinsipnya adalah
kelanjutan dari kekuasaan tersembunyi, hanya saja keduanya memiliki sisi
perbedaan. Didalam kendali kekuasaan tersembunyi, masyarakat kehilangan
kesadaran karena terbius oleh nilai-nilai dan ideology penguasa. Dari uraian
diatas bisa kita lihat secara realistis ternyata hidden power dan invisible power sangat besar dalam menentukan
kepentingan ekonomi dan politik.
Filsafat politik tradisional menurut
michelt Foucault selalu berorientasi pada legitimasi. padahal kekuasaan
bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh negara dan selalu bisa diukur. Kekuasaan
ada di mana-mana, karena kekuasaan adalah satu dimensi dari relasi. Di mana ada
relasi, di sana ada kekuasaan. Ujung-ujungnya para penguasa terpilih pasti
punya kekuasaan dan mampu mengendalikan public, bahkan memaksa untuk supaya
tertib atau consensus. Relasi kekuasaan dalam mengkolonisasi public dalam
kekuasaan tersembunyi dan tidak terlihat menciderai proses demokrasi dan
transparansi dalam informasi kepada public. karena kekuasaan pemimpin dalam
menjajah pemikiran public dengan ide dan gagasan yang dituangkan dalam visi dan
misi semakin menyihir kesadaran masyarakat untuk semakin kritis terhadap tata
kelola pemerintahan.
Akibat dari semakin kuatnya
kepentingan politik dan ekonomi seorang pemimpin, public tidak diberikan
kesempatan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dengan
baik dan benar. Apalagi legitimasi semakin power full dari public dalam
mendukung kekuasaan, secara serta merta pengetahuan pemimpin akhirnya
mengkolonisasi public untuk bisa menerima setiap argumentasi dan retorikan
seorang penguasa. Padahal dibalik itu sebenarnya sedang ada transaksional
politik antara penguasa dengan para elit ekonomi dan juga elit politik.
Relasi pengetahuan dan kekuasaan
ternyata memang memainkan pola strategis dalam mengelabui masyarakat untuk
semakin percaya dalam proses pemerintahan yang legitimit. Apalagi dalam
menganalisis adanya kekuasaan yang tersembunyi dalam pengetahuan. Dan ini
sengaja dibiarkan terjadi dalam wilayah public, masyarakat semakin dibodohi
dalam jargon penguasa dan elit politik. Tetapi itulah ironi demokrasi yang
semakin tidak mencerdaskan public, bahkan kekuasaan yang tersembunyi
dikendalikan oleh kerabatisme untuk mengumpulkan pundi-pundi uang demi
kepentingan pribadi penguasa. Yang paling unik terjadi dalam masyarakat modern
hari ini ialah hubungan pengetahuan modern dengan kekuasaan telah melahirkan
bentuk dominasi baru yaitu subjection atau penghambaan masyarakat kepada
pemimpin, sehingga apa yang dijalankan oleh penguasa semuanya betul dan tidak
boleh dikritik. Masyarakat harus terus diberikan motivasi untuk selalu kritis
terhadap pemimpin yang tidak menjalankan mandat rakyat, sehingga demokrasi
secara esensial bisa memberikan efek positif terhadap masyarakat.
Poststrukturalisme dalam kekuasaan
ekonomi didaerah telah memberikan kesempatan pada kekuasaan yang tersembunyi
dalam hal bagi-bagi proyek di dalam lingkaran kelompoknya. Semuanya
dikendalikan oleh orang-orang terdekat penguasa yang sudah mendapatkan wejangan
politik dari penguasa. Sehingga variable kekuasaan ekonomi tidak bisa dilepas
kepada public untuk dikuasai. Walaupun dalam praktik di ranah front stage atau
panggung depan selalu memainkan dramaturgi politik untuk memberikan keyakinan
kepada public untuk transparan dan tidak diskriminatif. Itu penyebab dari pada
miskinnya masyarakat dalam pengetahuan tentang kepentingan ekonomi yang
dimainkan oleh penguasa untuk memperkuat modal politiknya. Akhirnya kekuasaan
tentang kepentingan ekonomi dikuasai oleh penguasa akibat tidak transparan
dalam hal informasi tersebut.
Dalam analisis selanjutnya relasi
pengetahuan dan kekuasaan juga mengkolonisasi pemikiran masyarakat atau public untuk
selalu fair dan objektif dalam hal menentukan eselon dua atau kepala dinas di
pemerintahan. Diskursus tentang
mengedepankan objektif dan kompetensi selalu membius public untuk semakin
dikuasainya panggung politik oleh penguasa, sehingga masyarakat memberikan
kepercayaan penuh kepada pemimpin. Akibat pengetahuan public tentang mekanisme
penentuan pemilihan pejabat dilingkaran kekuasaan tidak dibuka secara fair dan
objektif, menyebabkan semakin dimanipulasi kesadaran pengetahuan masyarakat
oleh penguasa. Tetapi apabila public semakin berpengetahuan dan cerdas tentang
pemilihan calon pejabat dilingkaran pemerintahan, tentu saja tidak akan
menerima begitu saja hasil pemilihan itu dari seorang pemimpin.
Postkolonialisme tentang kekuasaan
politik dan ekonomi memang harusnya masyarakat atau public harus tahu dan
jangan mau dijajah oleh informasi apalagi diskursus tentang pemimpin yang fair
dan objektif. Apalagi kepentingan ekonomi dan politik yang sangat transaksional
dalam front stage atau panggung depan membuat masyarakat harus lebih kritis
lagi terhadap tata kelola pemerintahan yang baik dalam jargon strukturalisme. Masyarakat
sudah seharusnya cerdas dan pengalaman terhadap wajah penguasa yang selalu
menipu masyarakat dengan suguhan-suguhan yang membius. Relasi pengetahuan dan
kekuasaan selalu beriringan dalam setiap momentum kebijakan dengan balutan
diskursus tentang mengatasnamakan masyarakat. padahal dalam sepak terjangnya
siapa saja yang punya pengetahuan yang mendalam tentang sesuatu hal, maka
otomatis akan menguasai dalam kehidupan sosial.
Oleh karena itulah pendidikan
masyarakat sangat penting diberikan, agar tidak awam lagi tentang motif
perilaku kebijakan pemerintah yang terkadang justu memihak kepada kepentingan
segelintir elit ekonomi. Masyarakat yang terdidik akan menolak setiap hal yang
akan merugikan kepentingan public. tetapi terkadang miris juga terjadi, apabila
ada seorang terdidik yang paham tentang kebijakan ekonomi dan politik yang
dibuat yang akan merugikan masyarakat tetapi diam saja. ini tidak bagus dalam
kehidupan sosial, karena tidak akan memberikan pembelajaran kepada public.
Oleh karena itulah analisis
poststrukturalisme dalam kepentingan ekonomi dan politik harusnnya menyadarkan public
akan bahayanya relasi pengetahuan dengan kekuasaan. Sebab semakin mandulnya
kritikan public terhadap penguasa, maka semakin dikuasainya public dengan
dominasi pengetahuan terhadap rakyat dengan kekuasaan angka-angka keberhasilan
dalam pembangunan.
No comments:
Post a Comment