Hubungan antar kelompok sangat penting untuk dibahas, karena sebagai mahluk sosial tentu saja mempunyai hubungan yang sangat kompleks antara individu dengan individu, dan antara individu dengan kelompok dan hubungan kelompok dengan kelompok. Itu suatu hal yang lumrah terjadi didalam kehidupan sosial dimasyarakat. Misalnya kita lihat didalam msyarakat ada kelompok yang menguasai mafia beras, tentu saja dia juga mempunyai hubungan dengan para mafia beras lainnya. Kemudian para mafia lainnya, juga seperti itu. untuk melestarikan hubungan kelompok mafia tersebut juga punya hubungan dengan para oknum penegak hokum. Selanjutnya para mafia penjualan obat-obatan terlarang juga mempunyai hubungan dengan kelompok lainnya.selanjutnya untuk mengamankan penjualan obat-obatan terlarangnya, kelompok itu juga mempunyai hubungan dengan departemen perdagangan di sebuah Negara agar bisa mengamankan perdagangannya yang illegal. Inilah sering terjadi dalam dunia sosial hari ini.
Menurut Pattigrew dalam sunarto
(2000: 53) mendefinisikan hubungan antar kelompok adalah interaksi sosial
antara dua kelompok atau lebih. Kemudian menurut Kinlock kelompok yang saling
berhubungan ini diklasifikasikan berdasarkan kriteria fisiologis, kebudayaan,
ekonomi dan perilaku. Kriteria fisiologis bisa diikat oleh kriteria jenis
kelamin, tua-muda dan ras (hitam-putih). Sedangkan kebudayaan diikat oleh
persamaan kebudayaan, seperti kesamaan suatu suku atau etnik dan juga diikat
oleh kesamaan dalam spirit dalam beragama.dalam kriteria ekonomi diikat oleh
kekuasaan yang memonopoli ekonomi dan yang tidak menguasai ekonomi. Dalam
kriteria perilaku dilihat dari persamaan penyimpangan dalam masyarakat yang
sudah mapan. Jadi itu juga bisa digunakan untuk menganalisa kenapa terjadi
kerusuhan-kerusuhan di masyarakat kita. Bisa di analisa dengan kriteria
fisiologis, kebudayaan, kriteria ekonomi dan perilaku. Misalnya terjadinya
kerusuhan antara sopir taksi di suatu daerah, bisa juga dianalisa dari sisi
hubungan antara kelompok taksi dengan kelompok taksi lainnya. Saat terjadi
monopoli dari taksi lainnya, maka hubungan antar kelompok itu semakin tidak
harmonis dan berujung konflik. Bisa juga kita lihat kelompok taksi yang sudah
lama bercokol disuatu daerah, kemudian datang kelompok taksi baru. Yang akan
beraktivitas disuatu daerah, tentu akan menyebabkan konflik hubungan dengan
kelompok taksi yang baru. Tetapi karena kelompok taksi yang baru itu mempunyai
hubungan dengan penguasa didaerah, akhirnya mereka bisa juga beraktivitas
didaerah. tetapi tetap dengan syarat-syarat yang diajukan oleh kelompok taksi
lama, kalau tidak diakomodir kelompok taksi baru pastinya hubungan kedua
kelompok tersebut tentu saja akan mengalami konflik yang sangat meluas, tentu
saja ini tidak baik untuk pembangunan trasportasi didaerah. dan yang dirugikan
tentu saja penumpang yang biasa menggunakan taksi sebagai alat transportasi.
Kemudian dimensi hubungan antar
kelompok juga bisa dilihat dari dimensi sejarah, sikap, gerakan sosial,
perilaku, demografi dan institusi menurut Kinloc (sunarto, 2000). Dalam dimensi
sejarah ini kita harus melihat bagaimana hubungan sejarah antara kelompok
dengan kelompok. Bagaimana awal pertama kali dibangun kelompok tersebut. Sehingga
sampai hari ini tetap langgeng dan permanen hubungan tersebut. Dimensi sejarah
ini bisa dilihat dari teori difusi, akulturasi dan asimilasi. Teori difusi ini
menjelaskan bagaimana penyebaran nilai-nilai kelompok dengan kelompok lain. Kemudian
bisa juga dilihat dominasi antar kelompok tersebut. Apakah hubungan antar dua
kelompok tersebut bersifat simetris atau asimetris. Kalau hubungannya simetris
berarti tetap bertahan dan sangat kontribusi dalam system sosial. Kemudian bisa
juga dilihat dari sisi akulturasi, yaitu pertemuan dua kebudayaan, tetapi
kebudayaan aslinya tidak ditinggalkan. Ini kita lihat misalnya
kelompok-kelompok islam trans nasional atau dari luar Indonesia, walaupun
bertemu dengan kelompok islam dalam negeri, tetapi tetap masih bisa
mempertahankan kultur masyarakatnya. Seharusnya begitulah yang harus kita
pertahankan dalam local naratif ini. karena secara postmodernisme aspek local naratif
menjadi dasar dari nilai-nilai local untuk tetap bertahan dari nilai-nilai
kelompok luar. Kemudian dimensi sejarah juga bisa dilihat dari asimilasi yaitu
pertemuan dua kelompok tetapi merubah menjadi budaya campuran. Misalnya orang
padang yang merantau ke daerah mayoritas melayu, pasti pengaruh melayu juga
mempengaruhi orang padang agar bisa integrasi dengan masyarakat tempatan. Sementara
itu masyarakat melayu juga terpengaruh juga dengan nilai-nilai spirit berdagangnya
orang padang.
Hubungan antar kelompok juga bisa
dilihat dari dimensi sikap. Dimensi sikap ini bisa diartikan bagaimana sikap
anggota suatu kelompok melihat kelompok lain. Hal ini menyangkut stereotype dan
prasangka. Stereotype menurut sunarto adalah suatu citra yang kaku mengenai
suatu kelompok ras atau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra
tersebut. Stereotype ini diproduksi secara sosial, artinya ada persepsi atau pandangan
negative terhadap kelompok lain. Tidak hanya pada suatu suku saja, tetapi pada
kelompok juga sering kita dengar. Misalnya kelompok orang tua itu lamban,dan
tidak produktif, kemudian ada juga stereotype untuk suku. Misal orang batak kasar,
orang padang itu pelit, orang jawa itu lamban dan lain-lain. Tidak terbatas
pada kelompok itu saja, tetapi bisa juga ada pandangan negative antara kelompok
orang kaya dengan kelompok orang miskin. Orang yang berpendidikan tinggi dengan
orang yang tidak bersekolah. Kemudian bisa juga pandangan orang terhadap
gelandangan dan lain-lain. Sementara itu prasangka lebih mengarah pada permusuhan terhadap
kelompok lain. Prasangka tidak didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman
maupun bukti. Prasangka melihat hubungan antara kelompok suku dengan suku atau
etnik. Mengenai prasangka ini bisa dilengkapi dengan teori konflik ekonomi dan
politik, teori kepribadian, teori otoritarianisme, dan teori tradisional menurut Goode (parwitaningsih, 2009: 53).
Teori konflik ekonomi dan politik terjadi pada
saat suatu kelompok tinggal bersamaan dengan kelompok lain. Tentu saja mereka
bersaing dan sering kita lihat konflik terjadi diantara dua kelompok bahkan
lebih. Ini akibat konflik ekonomi atau dimonopolinya sumber-sumber pendapatan
oleh satu kelompok, sehingga ada kelompok yang dirugikan. Selanjutnya konflik
politik juga diakibatkan dari dominasi atau pengaruh dari suatu kelompok
terhadap kelompok lain. Teori kepribadian menjelaskan tentang prasangka
penekanannya pada kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Persaingan tetap
dimenangkan oleh kelompok mayoritas disuatu daerah. Prasangka tetap
dikembangkan dengan modus untuk memelihara status quo dari kelompok mayoritas. Sedangkan
secara teori otoritarianisme, kelompok yang berkuasa melihat negative terhadap
kelompok minoritas. Atau bisa juga dilihat dari kelompok pendatang yang mulai
ingin menguasai daerah tersebut. Kemudian secara tradisionalisme, prasangka
terhadap pendatang penekanannya pada status quo mempertahankan nilai-nilai
tradisionalisme. Jadi ada prasangka negative dengan kelompok pendatang.
Hubungan
antara kelompok dengan kelompok lain bisa juga dilihat dari gerakan sosial dari
suatu kelompok yang terlalu mendominasi dan menghegemoni didaerah. sehingga
kelompok lain melakukan perlawanan terhadap kelompok tersebut karena sangat
sewenang-wenang terhadap kelompok lain. Bisa juga diakibatkan dari kekecewaan
terhadap kelompok dominan tersebut, karena tidak bisa mewujudkan harapan dari kelompok
yg lain. Perilaku negative juga terjadi
didaerah konflik ambon dulu. Misalnya karena adanya ketimpangan ekonomi didalam
masyarakat tempatan. Akibat dimonopolinya oleh kelompok pendatang.
Kemudian bisa juga dianalisa dalam
koridor institusi atau lembaga-lembaga pemerintahan atau swasta didaerah. yang
terlalu dominan memihak kepada kelompok tempatan. Sehingga diskriminasi
terhadap kelompok lain. Ini sering terjadi didaerah, sehingga hubungan antara
kelompok pendatang dengan kelompok tempatan tidak harmonis. Hubungan atar
kelompok juga bisa dipengaruhi oleh adanya rasialis terhadap suatu suku bangsa,
etnisitas dikembangkan dengan etnosentrisme disetiap daerah, agar tetap bisa
menguasai sumber-sumber ekonomi dan politik.
No comments:
Post a Comment