Tuesday 9 August 2016

Hubungan antar kelompok Oleh : Suyito, M.Si Dosen Sosiologi Stisipol Raja Haji Tanjungpinang




         
Hubungan antar kelompok sangat penting untuk dibahas, karena sebagai mahluk sosial tentu saja mempunyai hubungan yang sangat kompleks antara individu dengan individu, dan antara individu dengan kelompok dan hubungan kelompok dengan kelompok. Itu suatu hal yang lumrah terjadi didalam kehidupan sosial dimasyarakat. Misalnya kita lihat didalam msyarakat ada kelompok yang menguasai mafia beras, tentu saja dia juga mempunyai hubungan dengan para mafia beras lainnya. Kemudian para mafia lainnya, juga seperti itu. untuk melestarikan hubungan kelompok mafia tersebut juga punya hubungan dengan para oknum penegak hokum. Selanjutnya para mafia penjualan obat-obatan terlarang juga mempunyai hubungan dengan kelompok lainnya.selanjutnya untuk mengamankan penjualan obat-obatan terlarangnya, kelompok itu juga mempunyai hubungan dengan departemen perdagangan di sebuah Negara agar bisa mengamankan perdagangannya yang illegal. Inilah sering terjadi dalam dunia sosial hari ini.
           Menurut Pattigrew dalam sunarto (2000: 53) mendefinisikan hubungan antar kelompok adalah interaksi sosial antara dua kelompok atau lebih. Kemudian menurut Kinlock kelompok yang saling berhubungan ini diklasifikasikan berdasarkan kriteria fisiologis, kebudayaan, ekonomi dan perilaku. Kriteria fisiologis bisa diikat oleh kriteria jenis kelamin, tua-muda dan ras (hitam-putih). Sedangkan kebudayaan diikat oleh persamaan kebudayaan, seperti kesamaan suatu suku atau etnik dan juga diikat oleh kesamaan dalam spirit dalam beragama.dalam kriteria ekonomi diikat oleh kekuasaan yang memonopoli ekonomi dan yang tidak menguasai ekonomi. Dalam kriteria perilaku dilihat dari persamaan penyimpangan dalam masyarakat yang sudah mapan. Jadi itu juga bisa digunakan untuk menganalisa kenapa terjadi kerusuhan-kerusuhan di masyarakat kita. Bisa di analisa dengan kriteria fisiologis, kebudayaan, kriteria ekonomi dan perilaku. Misalnya terjadinya kerusuhan antara sopir taksi di suatu daerah, bisa juga dianalisa dari sisi hubungan antara kelompok taksi dengan kelompok taksi lainnya. Saat terjadi monopoli dari taksi lainnya, maka hubungan antar kelompok itu semakin tidak harmonis dan berujung konflik. Bisa juga kita lihat kelompok taksi yang sudah lama bercokol disuatu daerah, kemudian datang kelompok taksi baru. Yang akan beraktivitas disuatu daerah, tentu akan menyebabkan konflik hubungan dengan kelompok taksi yang baru. Tetapi karena kelompok taksi yang baru itu mempunyai hubungan dengan penguasa didaerah, akhirnya mereka bisa juga beraktivitas didaerah. tetapi tetap dengan syarat-syarat yang diajukan oleh kelompok taksi lama, kalau tidak diakomodir kelompok taksi baru pastinya hubungan kedua kelompok tersebut tentu saja akan mengalami konflik yang sangat meluas, tentu saja ini tidak baik untuk pembangunan trasportasi didaerah. dan yang dirugikan tentu saja penumpang yang biasa menggunakan taksi sebagai alat transportasi.
            Kemudian dimensi hubungan antar kelompok juga bisa dilihat dari dimensi sejarah, sikap, gerakan sosial, perilaku, demografi dan institusi menurut Kinloc (sunarto, 2000). Dalam dimensi sejarah ini kita harus melihat bagaimana hubungan sejarah antara kelompok dengan kelompok. Bagaimana awal pertama kali dibangun kelompok tersebut. Sehingga sampai hari ini tetap langgeng dan permanen hubungan tersebut. Dimensi sejarah ini bisa dilihat dari teori difusi, akulturasi dan asimilasi. Teori difusi ini menjelaskan bagaimana penyebaran nilai-nilai kelompok dengan kelompok lain. Kemudian bisa juga dilihat dominasi antar kelompok tersebut. Apakah hubungan antar dua kelompok tersebut bersifat simetris atau asimetris. Kalau hubungannya simetris berarti tetap bertahan dan sangat kontribusi dalam system sosial. Kemudian bisa juga dilihat dari sisi akulturasi, yaitu pertemuan dua kebudayaan, tetapi kebudayaan aslinya tidak ditinggalkan. Ini kita lihat misalnya kelompok-kelompok islam trans nasional atau dari luar Indonesia, walaupun bertemu dengan kelompok islam dalam negeri, tetapi tetap masih bisa mempertahankan kultur masyarakatnya. Seharusnya begitulah yang harus kita pertahankan dalam local naratif ini. karena secara postmodernisme aspek local naratif menjadi dasar dari nilai-nilai local untuk tetap bertahan dari nilai-nilai kelompok luar. Kemudian dimensi sejarah juga bisa dilihat dari asimilasi yaitu pertemuan dua kelompok tetapi merubah menjadi budaya campuran. Misalnya orang padang yang merantau ke daerah mayoritas melayu, pasti pengaruh melayu juga mempengaruhi orang padang agar bisa integrasi dengan masyarakat tempatan. Sementara itu masyarakat melayu juga terpengaruh juga dengan nilai-nilai spirit berdagangnya orang padang.
            Hubungan antar kelompok juga bisa dilihat dari dimensi sikap. Dimensi sikap ini bisa diartikan bagaimana sikap anggota suatu kelompok melihat kelompok lain. Hal ini menyangkut stereotype dan prasangka. Stereotype menurut sunarto adalah suatu citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras atau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut. Stereotype ini diproduksi secara sosial, artinya ada persepsi atau pandangan negative terhadap kelompok lain. Tidak hanya pada suatu suku saja, tetapi pada kelompok juga sering kita dengar. Misalnya kelompok orang tua itu lamban,dan tidak produktif, kemudian ada juga stereotype untuk suku. Misal orang batak kasar, orang padang itu pelit, orang jawa itu lamban dan lain-lain. Tidak terbatas pada kelompok itu saja, tetapi bisa juga ada pandangan negative antara kelompok orang kaya dengan kelompok orang miskin. Orang yang berpendidikan tinggi dengan orang yang tidak bersekolah. Kemudian bisa juga pandangan orang terhadap gelandangan dan lain-lain. Sementara itu prasangka  lebih mengarah pada permusuhan terhadap kelompok lain. Prasangka tidak didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman maupun bukti. Prasangka melihat hubungan antara kelompok suku dengan suku atau etnik. Mengenai prasangka ini bisa dilengkapi dengan teori konflik ekonomi dan politik, teori kepribadian, teori otoritarianisme, dan teori tradisional menurut  Goode (parwitaningsih, 2009: 53).
 Teori konflik ekonomi dan politik terjadi pada saat suatu kelompok tinggal bersamaan dengan kelompok lain. Tentu saja mereka bersaing dan sering kita lihat konflik terjadi diantara dua kelompok bahkan lebih. Ini akibat konflik ekonomi atau dimonopolinya sumber-sumber pendapatan oleh satu kelompok, sehingga ada kelompok yang dirugikan. Selanjutnya konflik politik juga diakibatkan dari dominasi atau pengaruh dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Teori kepribadian menjelaskan tentang prasangka penekanannya pada kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Persaingan tetap dimenangkan oleh kelompok mayoritas disuatu daerah. Prasangka tetap dikembangkan dengan modus untuk memelihara status quo dari kelompok mayoritas. Sedangkan secara teori otoritarianisme, kelompok yang berkuasa melihat negative terhadap kelompok minoritas. Atau bisa juga dilihat dari kelompok pendatang yang mulai ingin menguasai daerah tersebut. Kemudian secara tradisionalisme, prasangka terhadap pendatang penekanannya pada status quo mempertahankan nilai-nilai tradisionalisme. Jadi ada prasangka negative dengan kelompok pendatang.
Hubungan antara kelompok dengan kelompok lain bisa juga dilihat dari gerakan sosial dari suatu kelompok yang terlalu mendominasi dan menghegemoni didaerah. sehingga kelompok lain melakukan perlawanan terhadap kelompok tersebut karena sangat sewenang-wenang terhadap kelompok lain. Bisa juga diakibatkan dari kekecewaan terhadap kelompok dominan tersebut, karena tidak bisa mewujudkan harapan dari kelompok yg lain.  Perilaku negative juga terjadi didaerah konflik ambon dulu. Misalnya karena adanya ketimpangan ekonomi didalam masyarakat tempatan. Akibat dimonopolinya oleh kelompok pendatang.
Kemudian bisa juga dianalisa dalam koridor institusi atau lembaga-lembaga pemerintahan atau swasta didaerah. yang terlalu dominan memihak kepada kelompok tempatan. Sehingga diskriminasi terhadap kelompok lain. Ini sering terjadi didaerah, sehingga hubungan antara kelompok pendatang dengan kelompok tempatan tidak harmonis. Hubungan atar kelompok juga bisa dipengaruhi oleh adanya rasialis terhadap suatu suku bangsa, etnisitas dikembangkan dengan etnosentrisme disetiap daerah, agar tetap bisa menguasai sumber-sumber ekonomi dan politik.

No comments:

Post a Comment