Tuesday 9 August 2016

Mungkinkah Sumbangan Anggota DPR/DPRD ke Parpol dari Hasil Korupsi Oleh : Suyito, M.Si Dosen Sosiologi Politik Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Presidum Pusat Visi Merah Putih






           
Kader partai politik yang jadi anggota legislative di pusat ataupun didaerah sering menjadi sumber pemasukan partai. Ditengah minimnya sumber pendapatan, demi memastikan mesin partai terus berjalan, partai kerap memanfaatkan uang yang diduga berasal dari praktik korupsi anggota legislative. Seperti penuturan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan pada prinsipnya partai politik berharap kehadiran anggota legislative baik dipusat maupun didaerah dapat berkontribusi menunjang kegiatan partai. Partai politik sudah mewajibkan iuran rutin setiap anggota legislative untuk menyumbang ke partai politik. Tetapi partai politik tidak pernah mewajibkan sumbangan diluar iuran rutin. Namun dari berbagai uang sumbangan di luar iuran rutin tidak menutup kemungkinan uangnya berasal dari hasil permainan proyek anggota atau korupsi di parlemen. (Kompas 3/8/16)
            Sebab praktek pemanfaatan uang hasil korupsi untuk kepentingan partai politik itu terungkap dalam persidangan terhadap mantan anggota komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Oknum Politisi PDI-P memberikan total uang 600 juta untuk kepentingan kampanye  partai di semarang dan Kendal dalam pemilihan kepala daerah 2015. Uang itu berasal dari suap pengusaha abdul khoir kepada damayanti untuk jaminan pelaksanaan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara yang di usulkan Damayanti lewat program aspirasi DPR(Kompas 2/8/16). Kemudian yang teranyar juga operasi tangkap tangan terhadap mantan anggota komisi III DPR I Putu Sudiartana.
            Kasus penangkapan oknum anggota DPR  tersebut telah memberikan ketidakpercayaan kepada public, ternyata sebutan anggota dewan terhormat sudah kehilangan makna akibat wajah politik transaksional yang menyebabkan diseretnya para wakil rakyat ke hotel prodeo. Panggung depan politik sering kita melihat saat berkampanye para calon anggota dewan akan jujur dan bekerja sesuai amanat dan mandat yang diberikan oleh masyarakat. tetapi kenyataannya panggung depan itu merupakan sampah politik pencitraan yang mengotori demokrasi saat ini. tidak mampunya menjaga integritas dan kepercayaan dari masyarakat semakin perlunya partai politik memberikan sanksi kepada anggotanya saat terlibat dalam kasus korupsi, kolusi dan nepotisme.
 Realitas sosial seperti ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa ternyata ada kong kalikong atau pat gulipat antara oknum anggota dewan dan oknum pengusaha dalam mengamankan kepentingannya. Modus lewat program aspirasi wakil rakyat ini telah melakukan transaksional politik yang berujung untuk memperoleh modal politik. Ini suatu fenomena yang tidak aneh terjadi dikalangan wakil rakyat kita. Mereka melakukan pertukaran kepentingan untuk memperbanyak pundi-pundi keuangan sebagai modal politik wakil rakyat. kesadaran secara praktis dan fungsional wakil rakyat seperti ini harusnya menjadi catatan dalam perekrutan oleh suatu partai politik. Kalau dilihat dari fenomena diatas menunjukkan masih kuatnya dominasi psykological need dalam Teori Abraham Maslom tentang Piramida Kebutuhan Manusia. Seharusnya para wakil rakyat tersebut menjadi teladan dimasyarakat dengan selalu melakukan aktualisasi nilai-nilai moral dimasyarakat. bukan sebaliknya menjadi politisi busuk yang tidak punya integritas dan miskin moralitas. Lupa mandat yang diberikan oleh  rakyat adalah suatu penghianatan terhadap kepercayaan public. apalagi rakyat tempat daerah pemilihan oknum wakil rakyat tersebut pasti akan merasa bersalah, karena akibat memilih oknum wakil rakyat yang melacurkan kepentingannya demi segepok uang.
Oleh karena itu perlu reformasi pembenahan system pembahasan anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat. di mulai dari pembahasan di tingkat komisi sampai dengan ke badan anggaran. Kemudian transparansi dalam system pembahasan tersebut harus dibuka ke public, agar bisa mengawasi atau controlling terhadap system tersebut. Dengan catatan dengan perbaikan system pembahasan dari tingkat komisi sampai banggar harus diciptakan system yang tidak memberikan peluang para wakil rakyat untuk melakukan perbuatan politik transaksional. Bisa saja system penganggaran menggunakan elektronik sehingga semuanya tercatat. Kemudian peran civil society juga harus selalu mengawasi jalannya pembahasan tersebut, agar mendorong keterbukaan informasi kepada public terhadap kinerja para wakil rakyat.
Kemudian lembaga anti rasuah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi juga harus serius melakukan fungsi pencegahan, jangan sampai professional dalam fungsi penangkapan tetapi sangat tidak maksimal dalam mencegah perbuatan menyimpang seperti korupsi seperti ini. jadi harus maksimal dalam fungsi pencegahannya, karena Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan Lembaga adhoc atau sementara. Kemudian harus bersinergi juga dengan lembaga penegak hukum lainnya, agar bisa dengan cepat menuntaskan agenda reformasi saat dulu didengungkan oleh mahasiswa  dalam menurunkan rezim totaliter.
           

No comments:

Post a Comment