Dimasyarakat modern hari ini lembaga
pendidikan menjadi penentu utama dalam keberhasilan seseorang. Oleh karena
itulah penting untuk memahami sekolah sebagai tranmisi lingkungan sosial
budaya. Karena pendidikan disekolah harus melahirkan generasi baru yang jauh
dari budaya kekerasan. Sekolah juga harus merupakan reproduksi budaya yang
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, empati dan tidak individualisme. Sekolah harus
menjadikan lingkungan sekolah tempat melahirkan orang-orang cerdas yang
mempunyak ahlak dan moral. Bukan sebaliknya melahirkan budaya kekerasan didalam
sekolah, akibatnya memiskinkan siswa yang berkarakter. Sekolah menjadi symbol sosial
yang merepresentasasikan identitas seseorang, karena itu sekolah harus menjadi
sarana reproduksi budaya dan nilai-nilai sosial yang diagungkan oleh masyarakat.
Pendidikan saat ini juga sudah
mengalami pergeseran menjadi kapitalisme dalam dunia pendidikan. Ini bisa kita
lihat semakin menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan di dalam masyarakat.
promosi-promosi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut membuat
masyarakat semakin berlomba-lomba mengejar pendidikan yang mahal dan
berkualitas tetapi miskin moral dan ahlak. Tetapi sangat wajar hari ini seperti
itu kondisinya, pemerintah sebagai penguasa yang abash belum bisa memberikan
jaminan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Akibatnya digantikan oleh
lembaga pendidikan swasta yang menjadikannya sebagai lahan bisnis yang
menguntungkan. Kenapa lahan bisnis? dunia pendidikan merupakan sesuatu yang
diburu oleh masyarakat untuk mempersiapkan buah hatinya mendapatkan pendidikan
yang bermutu dan berkualitas. Sekolah mahal sekalipun tidak bermasalah, asalkan
bisa menjadikan anaknya sekolah. Tetapi yang terlihat sudah menjadikan
pendidikan sebagai lahan industry, bukan memproduksi budaya kemanusiaan, empati
terhadap lingkungan, mengembangkan kepintaran emosional tetapi mengekploitasi
kepintaran intelektual.
Kemudian juga dalam realitas sosial
masyarakat, perubahan sosial di lembaga pendidikan telah terjadi pergeseran
nilai dan bentuk interaksi sosial dan hubungan sosial. Ini disebabkan oleh
semakin merasuknya teknologi yang mendorong masyarakat semakin berpikir
instan dan pragmatisme. Masuknya dunia teknologi memberikan jurang sosial
antara siswa dengan siswa lainnya, bahkan dengan perkembangan teknologi
komunikasi menjadikan siswa semakin individualistis. Cukup dengan android saja,
siswa mampu berjam-jam duduk sendirian bermain game tanpa menghiraukan
lingkungan sekitarnya. Ini perlu perhatian serius dari para pendidik. Karena tidak
jarang kita lihat game-game yang dimainkan ternyata ada kekerasan didalamnya,
oleh karena itu perlu control atau pengawasan guru disekolah. Sekolah jangan
sampai abai dan tidak peduli dengan kondisi siswa seperti ini. peran guru harus
mampu membendung semakin masifnya teknologi secara negative mempengaruhi
pemikiran dan kebiasaan peserta didik. Guru merupakan orang terdekat para
peserta didik harus menjadi panutan dalam hal apapun. Jangan sampai budaya
kekerasan yang dilakukan para guru memberikan inspirasi bagi anak untuk meniru
dalam proses identifikasi dan meniru. Sering terlihat dalam interaksi antara
siswa dan guru adalah dalam reproduksi bahasa oleh para pendidik. Akibat tidak
mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang dibebankan kepada siswa sering kali para
guru melampiaskan kemarahannya pada anak dengan kasar dan acap kali juga sering
memaki siswa, ini harus dihindarkan dalam dunia pendidikan. Karena sekolah
tempat mereproduksi nilai-nilai kebaikan dan moralitas, bukan membangun budaya
kekerasan.
Sekolah harus menciptakan system yang
tidak memberikan peluang terjadinya budaya kekerasan itu terjadi, sehingga
perlu adanya pengawasan yang melekat dari para pengawas sekolah untuk meminimalisir
terjadinya tindak kekerasan oleh guru terhadap siswa, dan juga antara siswa
dengan siswa. Kalau ada juga terjadinya tindak kekerasan harus diselesaikan
dengan cepat dan tidak abai, karena secara fakta sosial nantinya akan berkembang
perilaku kekerasan dengan modus lainnya. Perlu perhatian serius dari para
penguasa disekolah untuk membendung dan menghindari tejadinya konflik sosial
disekolah. Pendidikan karakter harus diajarkan sebagai bentuk dari variable penghambat
semakin masifnya budaya kekerasan di lembaga pendidikan seperti sekolah ini.
budaya kekerasan disekolah jangan sampai menjadi realitas sosial objektif yang
mentradisi di sekolah. Budaya berkarakter dalam diri individu siswa atau peserta
didik juga bisa dibentuk dari bagaimana lingkungan disekolah itu
memproduksinya.
Kemudian budaya kekerasan juga
terjadi dari keluarga anak tersebut. Akibat dari semakin tingginya budaya modern,
menuntut orang tua bekerja dengan tanpa memperhatikan bagaimana tumbuh kembang
anak. Sehingga anak semakin liar dan rendah ahlaknya akibat salah bergaul
dengan lingkungannya. sekolah juga sering kita lihat hanya memproduksi
nilai-nilai secara intelektual saja atau kognitif. Tetapi tidak mengembangkan
kepintaran emosional dan spiritual. Sehingga tidak memiliki kepekaan terhadap
lingkungan dimana ia berada dan sangat cenderung individualistis. Perlu penanganan
serius dari pihak sekolah melakukan komunikasi sosial dengan orang tua untuk memberikan
informasi secara terus-menerus terhadap perilaku anak disekolah. Sehingga peran
sekolah tidak dipersalahkan oleh para orang tua, komite sekolah juga tempat
bagaimana komunikasi sosial antara pihak sekolah dengan para orang tua siswa
dikembangkan.
Sudah seharusnya sekolah berfungsi
sebagai reproduksi budaya harus menempatkan sekolah sebagai penghasil
nilai-nilai budaya baru yang berfungsi sebagai difusi budaya. Jangan sampai
kurikulum disekolah mereproduksi kekerasan secara psikologis, akibat semakin
berat beban yang ditanggung para siswa untuk memenuhi tuntutan kurikulum
tersebut. Oleh karena itu penting untuk menghadirkan pendidikan yang tidak
hanya berorientasi nilai intelektual saja, tetapi cerdas secara emosional dan spiritual.
Agar mampu menjawab tantangan seperti sekarang ini yang rentan dengan budaya
kekerasan dilingkungan masyarakat.
No comments:
Post a Comment