Friday 19 August 2016

Menilai Pemimpin Oleh Suyito, S.Sos, M.Si Dosen Sosiologi Politik Stisipol Raja Haji Tanjungpinang dan Presidium Visi Merah Putih Pusat.




          Menilai seorang pemimpin memang bukan pekerjaan mudah, apalagi dalam memimpin sebuah kekuasaan. karena masyarakat akan menilai, apakah  mandat yang diberikan oleh public sudah  dijalankan dengan penuh tanggungjawab dan lurus untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Tanggung jawab tidak hanya diucapkan dalam sumpah jabatan saat menerima mandat tersebut, tetapi harus penuh konsekuen dan tidak mudah mengobral janji kepada masyarakat. sebab zaman sekarang ini banyak sekali pemimpin yang hanya pandai berjanji kepada rakyatnya, tetapi sangat kurang untuk memenuhi janji tersebut. Kalau dalam persfektif sosiologi hanya pandai bermain di panggung depan atau front stage, Atau seperti lagunya Ahmad Albar Panggung sandiwara.
          Menurut John C Maxwell inti dalam kepemimpinan ada tiga yaitu karakter, komitmen dan kemampuan komunikasi. Sementara itu dalam persfektip islam Rosululloh saw telah mewariskan sifat-sifat seorang pemimpin yang Siddiq, Amanah Tabligh dan Fathonah.
Dalam persfektif Maxwell yang pertama adalah tentang Karakter dari seorang pemimpin bisa dilihat dari bicaranya dan perbuatannya dimasyarakat. kalau kata Bung Karno harus satu kata satu perbuatan. Kemudian seorang pemimpin dalam berbicara apakah selalu menyejukkan rakyatnya, sehingga masyarakat semakin merasa puas dengan pemimpinnya. Karakter dari seorang pemimpin yang hanya pandai mengumbar janji, akan tidak popular dikalangan public. apalagi hanya mengandalkan pencitraan dengan angka-angka pembangunan fisik tetapi miskin pemerataan kesejahteraan di masyarakat. kemudian pemimpin yang baik harus berani mengambil keputusan dengan tepat dan kalau salah dalam keputusannya tidak akan selalu menyalahkan anak buahnya. Karena itulah karakter seorang pemimpin yang mampu bertanggungjawab, bukan menyalahkan bawahannya didepan public. karena masyarakat memilih pemimpin, bukan memilih bawahan pemimpin. Jika pemimpin yang diberikan mandat salah dalam memilih bawahannya tentu saja yang salah pemimpinnya.
Selanjutnya juga seorang pemimpin harus komitmen yang  ditandai dengan konsistensi dalam bekerja untuk rakyat. seorang pemimpin harus konsistensi menanggalkan baju-baju kepentingan partai, demi untuk bekerja mengabdi kepada masyarakat. Agus Salim mengatakan seorang pemimpin harus menderita memikirkan terlebih dahulu kepentingan masyarakat, dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Soerang pemimpin harus juga konsisten menyelesaikan masalah-masalah dimasyarakat dan memberikan solusinya, karena pemimpin merupakan pelayan dari pada masyarakat. sehingga komitmen pemimpin untuk memakmurkan masyarakat bisa terwujud di dalam masyarakat. jangan sampai sebaliknya komitmen hanya mudah di ucapkan saat sebelum menjadi penguasa, tetapi setelah menjabat lupa akan tanggungjawab seorang pemimpin.
Seorang pemimpin harus mampu komitmen dan konsistensi memenuhi kebutuhan masyarakat dalam segala bidang kehidupan. Karena itu merupakan amanah dan beban moral yang dipikul seorang pemimpin dalam tugas dan fungsinya. Adaptasi terhadap kebutuhan masyarakat jangan sampai tidak mendalam, karena akan tidak mampu mendalami masalah yang riel terjadi didalam masyarakat. karena tujuan komitmen dan konsistensi dalam pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk menjaga kesimbangan dan harmoni juga ketertiban dimasyarakat. sehingga akan terjadi integrasi atau pembauran dimasyarakat tanpa adanya konflik yang mengganggu system sosial. Pola komitmen dan konsisten ini perlu dijaga dan dipelihara secara kontinyu dan terus-menerus.
Selanjutnya dalam kemampuan komunikasi seorang pemimpim dinilai dari kemampuan menyesuaikan dengan masyarakat yang dipimpinnya. Karena tidak semua masyarakat yang paham akan agenda besar perubahan seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus merakyat dan selalu mengajak public berbicara dan selalu meminta evaluasi terhadap kepemimpinannya. Sehingga pemimpin seperti itu akan selalu menjadikan komunikasi yang efektif dan evaluative dalam setiap kebijakannya. Tujuannya adalah untuk tetap menjaga soliditas dengan masyarakat dan tidak ada jarak seorang pemimpin dengan rakyatnya. Dan juga bisa menyerap aspirasi apa saja yamg kurang dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang merakyat dan tidak ada jarak akan lebih mampu berintegrasi atau berbaur, sehingga proses komunikasi semakin dua arah dan tidak ada celah untuk menjadi pemimpin yang elitis dan oligharkis. Pola –pola komunikasi yang efektif tetap hrus dijaga dalam membangun kepemimpinannya, sehingga bisa memberikan efekk positif terhadap rakyat. jangan sampai sebaliknya masyarakat akan menilai negative terhadap gaya kepemimpinan yang cenderung tidak merakyat dan jauh dari rakyat.
Menilai pemimpin dengan tiga instrument Maxwell yang terdiri dari karakter pemimpin, komitmen dan konsisten dalam bersikap dan kemampuan berkomunikasi harus juga di kolaborasi dengan sudut pandang atau persfektif islam yaitu pemimpin yang sidiq, fatonah, tablig dan amanah. Sidiq artinya benar dan terpercaya dalam setiap ucapannya. Tidak split personality atau mempunyai kepribadian terpecah, dalam setiap memimpin. Kemudian amanah selalu bisa dipercayai dalam mengembang mandat yang diberikan oleh rakyat. seorang pemimpin yang tidak amanah atau bertanggung jawab dalam kepemimpinannya, tentu saja akan diminta pertanggungjawabannya oleh rakyat. kemudian sifat nabi juga ada Tablig yaitu selalu menyampaikan kebenaran kepada rakyat. tidak menyembunyikan kebenaran, apalagi berbohong. Harusnya disitulah seorang pemimpin tidak saja  pencitraan yang  bersembunyi dalam jubah-jubah kesucian, tetapi miskin berbuat untuk masyarakat. seharusnya pemimpin sportifitas dan jujur kepada masyarakat kalau dalam memimpin ada yang tidak bisa dipenuhi dalam mengembang tanggung jawab dimasyarakat. pemimpin harus bisa mengembangkan budaya malu dan perasaan bersalah jika dalam kepemimpinannya tidak berhasil dimasyarakat.
Selanjutnya fathonah atau bijaksana juga karakter sifat nabi yang wajib diteladani oleh seorang pemimpin hari ini. karena itu bijaksana atau adil harus dijadikan pondasi atau dasar dalam setiap kepemimpinan. Karena seorang pemimpin tidak boleh melakukan diskriminatif terhadap rakyatnya. Tidak boleh ada kebencian  terhadap suatu kaum atau golongan dalam memimpin, karena justru akan memberikan persepsi negative terhadap pemimpin tersebut.
          Jadilah pemimpin yang mempunyai karakter yang kuat, mumpuni, terpercaya dan tidak berbohong. Karena satu kali aja berbohong masyarakat tidak akan percaya lagi dalam setiap kepemimpinannya. Jadilah pemimpin yang jujur dan bertanggungjawab dalam setiap memimpin. Apabila salah akuilah kesalahannya dengan penuh perasaan bersalah dan sportif, tidak menyembunyikan kepalsuannya. Karena pemimpin tidak boleh hanya mengandalkan citra politiknya. Karena citra politik hanyalah sampah yang mewarnai public dan miskin berbuat. Kita tidak ingin pemimpin seperti itu, jadilah pemimpin yang sebenarnya alias tidak munafik dan menipu. Bijaksana dalam membuat kebijakan public, karena harus sadar bahwa rakyatlah yang telah memberikan mandat, sehingga harus mengutamakan kaca mata public dalam setiap memimpin. Jangan menjadi pemimpin yang kering dari nilai-nilai agama, karena akan menjadi pemimpin yang tega dan tidak responsibility terhadap penderitaan masyarakat. jadilah pemimpin yang peka terhadap masyarakat dan tidak absen ditengah-tengah masyarakat.

No comments:

Post a Comment