Saturday 14 January 2017

Pengelolaan Perbatasan Oleh: Suyito



Secara Filoshopis Perbatasan tidak hanya dipahami sebagai konsep yang bersifat geografis kawasan, namun berkembang menjadi konsep sosial ketika yang diperbincangkan tentang komunitas, baik yang menetap maupun yang menyeberangi lintas batas. Secara sosiobudaya, perbatasan dipahami sebagai aktiviti komunitas, barang dan juga ide-ide yang melintas suatu perbatasan sebagai dipaparkan Martinez dalam Rahminah(2015). Kemudian Batubara(2015:30) secara fakta wilayah perbatasan merupakan pintu gerbang internasional dan beranda depan negara Indonesia. kenyataan inilah yang tengah diupayakan oleh pemerintah, yakni bagaimana melakukan pengembangan wilayah perbatasan sehingga kesan daerah tertinggal dapat dihilangkan serta kesenjangan antara perbatasan dan wilayah bukan perbatasan dapat diminimalkan.
 Sebagai negara maritime kegiatan pebangunan yang dilakukan dimasyarakat pesisir dan perairan yang terletak di hadapannya. Kepulauan dihubungkan dengan dengan kegiatan pembangunan di daratan pulau dan keterkaitannya dengan pulau-pulau lain. Dan kelautan menyangkut kegiatan pembangunan wilayah perairan/laut dan sumberdaya di dalamnya. Masing-masing beda dalam konteksnya, tetapi semuanya mempelajari interaksi antara sumberdaya manusia, sumberdaya alam pembangunan lainnya(Adisasmita:2013). Strategi percepatan pembangunan daerah perbatasan berdasar potensi ekonomi dan kemampuan berkembang selalu diukur dengan pendapatan perkapita, meskipun pada umunya pendapatan perkapita daerah-daerah perbatasan selalu rendah. Padahal selain pertumbuhan ekonomi yang dijadikan ukurannya, tetapi dalam faktanya masing tidak korelatif antara tingginya angka pertumbuhan ekonomi dengan kenyataan dilapangan.
          Oleh sebab itu Rahmaniah(2015:9) mengatakan kajian tentang perbatasan memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan pembangunan di kawasan bukan perbatasan. Keunikan yang pertama ialah kawasan perbatasan memiliki sumberdaya alam yang berpotensi tinggi berupa sumberdaya alam didarat dan dilaut. Namun potensi sumberdaya alam darat dan laut ini belum begitu mendapat banyak perhatian pemerintah sehingga kawasan ini menjadi lebih tertinggal. Perbatasan dapat diartikan sebagai suatu unit legal politis yang mempunyai berbagai fungsi unik sekaligus strategis bagi suatu negara. Perbatasan memiliki fungsi militer-strategis, ekonomi, konstitutif, identitas, kesatuan nasional, pembangunan nasional dan kepentingan domestic.
          Brunet dalam Rahmaniah(2015:11) menjelaskan tentang pengelolaan perbatasan perlu memberi perhatian kepada kuasa pasaran dan arus perdagangan, karena berkaitan dengan fungsi ekonomi perbatasan. Namun untuk kasus perbatasan Indonesia menurut Tirtosudarmo(2010) mengingatkan bahwa pengelolaan perbatasan seharusnya tidak didominasi oleh kepentingan untuk mengekploitasi fungsi ekonomi perbatasan, melainkan perlu juga mempertimbangkan factor lain.
          Dalam melakukan pengelolaan perbatasan perlu memberi perhatian lebih pada keempat elemen keamanan sebagaimana dikemukakan oleh Brunnet-Jilly (2005 dalam Wuryandari ) yaitu:
1.     Kekuatan pasar dan arus perdagangan
Aspek kekuatan pasar dan arus perdagangan sangat penting bagi pemilihan tata kelola perbatasan, karena menyangkut fungsi ekonomi perbatasan.
2.     Kebijakan pemerintah negara-negara yang berbatasan langsung
3.     Pengaruh factor politis masyarakat di wilayah perbatasan
Aspek pengaruh politis masyarakat di wilayah perbatasan, meliputi sejauh mana actor-aktor local memberikan pengaruhnya dalam penentuan tata kelola perbatasan.
4.     Budaya khas masyarakat di wilayah perbatasan



REFERENSI:
1.  Syarifah Ema Rahminah,2015. Model Pembangunan Perbatasan Berbasis Human Development dan Human Security. Jakarta: Mitra Wacana Media.
2.  Harmen Batubara, 2015. Wilayah Perbatasan Tertinggal dan Ditelantarkan. Yogyakarta: Sunrise.
3.  Yahya Ahmad Zein.2016. Hak Warga Negara Di Wilayah Perbatasan: perlindungan hukum hak atas pendidikan dan kesehatan. Yogyakarta: Liberty.
4.  Rahardjo Adisasmita.2013. pembangunan ekonomi maritime. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pembangunan yang Terdistorsi di wilayah Perbatasan Oleh Suyito Staff Pengajar di Stisipol Raja Haji Tanjungpinang



Secara filosofis istilah pembangunan telah banyak digunakan. Menurut  Midgley(2005:3) bagi sebagian orang pembangunan berkonotasi pada sebuah proses perubahan ekonomi yang dibawa oleh proses industrialisasi. Istilah ini juga dapat mengandung arti sebuah proses perubahan sosial yang dihasilkan dari urbanisasi, adopsi gaya hidup modern dan perilaku masa kini. Selanjutnya, istilah ini juga memiliki konotasi kesejahteraan yang menawarkan bahwa pembangunan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan level pendidikan mereka. Akan tetapi dari pengertian yang berbeda tersebut diatas, konsep pembangunan sering diasosiasikan dengan perubahan ekonomi. Bagi sebagian besar orang, pembangunan berarti kemajuan ekonomi.
Menurut Edi Suharto(2007:106) dalam konteks negara kesejahteraan (welfare state) , penggunaan kata sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial  bukan semata-mata menunjuk pada kemakmuran fisik dan ekonomi. Dengan demikian secara filosofis pembangunan kesejahteraan sosial lebih berporos pada konsep negara kesejahteraan (welfare state), yang menekankan pada pembelaan kelompok lemah, ketimbang kapitalisme yang seringkali hanya mementingkan kelompok kuat seperti pemodal, orang kaya, dan kelompok elit lainnya. Midgley (2005:7) pembangunan yang terdistorsi ini juga tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, kekurangan, rendahnya tingkat kesehatan dan pemukiman yang tidak layak tetapi juga pada ketidakterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Di beberapa masyarakat, banyak minoritas etnis dan ras yang mengalami diskriminasi dan dibatasi dari kesempatan-kesempatan yang dapat meningkatkan standard hidup mereka. Beberapa kelompok penduduk asli sangatlah dirugikan, seringkali terisolasi di daerah-daerah terpencil dan dikucilkan dengan kesempatan yang sangat kecil untuk perbaikan hidup.
Menurut Todaro dalam Edi Suharto (2005:3) kemajuan ekonomi merupakan komponen penting dalam pembangunan. Namun demikian, pembangunan bukan semata-mata fenomena ekonomi. Pembangunan harus ditujukan lebih dari sekedar peningkatan kemakmuran manusia secara 8material dan finansial. Pembangunan harus dipandang sebagai proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi system ekonomi dan sosial secara menyeluruh. Disamping upaya-upaya peningkatan pendapatan secara ekonomi, pembangunan juga memerlukan perubahan struktur-struktur sosial, kelembagaan, sikap-sikap masyarakat, termasuk kebiasaan dan keyakinan. Pembangunan tidak saja dipengaruhi oleh factor sosial-ekonomi pada konteks nasional, ia dipengaruhi pula oleh perubahan system sosial dan ekonomi dalam konteks internasional.
Dalam kasus pembangunan perbatasan , misalnya pendekatan yang masih digunakan dalam membangun kawasan perbatasan masih menekankan pendekatan keamanan militer dengan argumentasi keamanan nasional adalah kebijakan keamanan negara yang dapat memberikan implikasi kestabilan politik.(Rahmaniah:2015). Menurut Hammerstad dalam Rahmaniah (2015:2) Perdebatan keamanan mulai mempersoalkan konsep keamanan sebenarnya untuk siapa, negara ataupun rakyat. hal ini diperjelas dalam kajian Coller dalam Rahmaniah(2000:2) yang menyatakan peningkatan pembangunan dan pencegahan peperangan merupakan strategi yang paling tepat untuk menciptakan komunitas yang aman. Begitu pula kajian Harbottle dalam Rahmaniah (2015) menjelaskan tentang lemahnya pendekatan keamanan militer dalam mengatasi konflik, dan pembangunan perdamaian adalah prasyarat untuk mencapai penyelesaian dengan cara damai dan aman.
Kemudian Martinez (Rahmaniah,2015:9) juga menjelaskan mengenai masyarakat perbatasan yang terdiri daripada dua kategori yaitu national borderlanders dan Transnationa borderlanders. National Borderlanders ialah komunitas yang aktif dalam melakukan kegiatan ekonomi dan mudah terpengaruh dengan pengaruh budaya asing. Mereka memiliki tahap interaksi yang dangkal dengan seberang perbatasan karena ketidakprihatinan mereka kepada jiran sebelah atau karena keengganan mereka atau ketidakberdayaan untuk berfungsi dalam cara apapun secara substantive dengan komunitas lain. Sebaliknya National Borderlanders ialah komunitas yang memelihara hubungan yang significant dengan negara jiran yang berusaha mengatasi kendala yang menghalang hubungan tersebut dan mereka mengambil peluang dari setiap kesempatan untuk berkunjung, berbelanja, bekerja, belajar, ataupun menetap secara sementara.
Kemudian perlu pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan agar tidak hanya retorika pembangunan yang sifatnya politik pencitraan. Karena pemerintah perlu konsisten dengan progress report terhadap pembangunan diwilayah perbatasan. Seperti pendapat Junaidi(2013:21-22) konsep pembangunan berkelanjutan adalah adanya tanggungjawab moral untuk memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya yang adil sepanjang waktu dan antar generasi untuk menjamin kesejahteraan.
Oleh karena itulah pembangunan diperbatasan urgensinya harus dikembalikan kepada falsafah dan ideology pembangunannya, yang tidak hanya mementingkan pembangunan ekonomi saja namun lebih menitik beratkan kepada pembangunan manusianya. Seperti yang diutarakan oleh Rahminah (2015:59) penggabungan pembangunan ekonomi dan manusia ini penting karena searah dengan hasrat, kepentingan dan keadaan sosiobudaya komunitas banyak sehingga pembangunan untuk semua dan juga pembangunan bersifat pengkongsian dapat diwujudkan.
    Solusinya
      Pembangunan diperbatasan tidak bisa hanya dilihat dalam proses pertumbuhan ekonomi semata, tanpa melihat kemajuan sosial, karena akan terjebak dengan pembangunan terdistorsi di wilayah perbatasan.  Menurut Rahimah (2015:142) fokus utama pembangunan dikawasan perbatasan adalah bagaimana menciptakan kondisi lingkungan, baik lingkungan politik maupun lingkungan sosial-budaya yang dapat mendorong lahirnya manusia kreatif dan produktif diperbatasan. kemudian pembangunan tidak hanya terkait dengan produksi dan distribusi barang-barang material, namun pengembangan lebih bermakna kepada suatu kesadaran dan aktivitas yang dapat menciptakan kondisi yang membuat manusia mampu mengembangkan kreativitasnya dengan mengembangkan modal sosioekonomi masyarakat diwilayah perbatasan.
      Kemudian kebijakan pembangunan yang selama ini yang dijalankan oleh pemerintah harus bisa selaras atau seimbang antara fokus pembangunan ekonomi dengan pembangunan sumber daya manusia sebagai subjek dan actor pembangunan itu sendiri. Sehingga bisa sedikit demi sedikit menggeser paradigm pembangunan yang selama ini terlalu menuhankan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi minus kemajuan sosial di masyarakat pesisir perbatasan.
REFERENSI:
1.     ZEIN, AHMAD.2016. Hak Warga Negara Di Wilayah Perbatasan. Yogyakarta: Liberty
2.     Junaidi,Muhammad, 2013. Korporasi dan Pembangunan Berkelanjutan.Korporasi dan Pembangunan Berkelanjutan. Bandung: Alfabeta.
3.     Rahimah,Ema. 2015. Model Pembangunan Perbatasan Berbasis Human Development dan Human Security. Jakarta: Mitra Wacana Media.
4.     Batubara, Harmen. 2015. Wilayah Perbatasan Tertinggal dan Diterlantarkan. Yogyakarta:SUNRISE.
5.     Pembangunan sosial:model dan indicator. STKS Bandung. 2009.

Thursday 12 January 2017

Pembangunan Sosial Pesisir Perbatasan Oleh : Suyito Staff Pengajar di Stisipol Raja Haji



a.     Latarbelakang
Secara filoshopis daerah tertinggal adalah daerah yang kurang maju, dilihat dari rendahnya tingkat pendapatan per kapita, terbatasnya insfrastruktur pembangunan, kemampuan produksi dan tingkat produksi local, tingkatan pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan, dan rendahnya tingkat aksesibilitas, karena ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi dan sosial, maka pembangunan dan pengembangan daerah-daerah tertinggal harus menjadi salah satu prioritas yang dilakukan pemerintah pusat (pusat dan daerah), dengan berbagai strategi kebijakan dan program-program pembangunan (sektoral dan regional).(Adisasmito:2013).
 Terjadi paradoksal antara pembangunan sosial dan ekonomi (Suharto,2005:15) dan menjadi masalah paling krusial saat ini. kemiskinan dan pengangguran yang meluas sangat mudah ditemukan di negara-negara yang telah menganggap keberhasilan membangun ekonomi, teknologi dan industry. Ini berarti disintegrasi antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial telah terjadi, sehingga golongan mayoritas masyarakat bawah di suatu negara sering menjadi tumbal dari pilihan kebijakan pembangunan ekonomi tersebut. Kebijakan sosial diperlukan dalam memberikan perlindungan pelayanan dasar terhadap warga masyarakat, agar tidak lagi tertinggal dan tersubordinasi. Kebijakan sosial Suharto(2005:x) adalah anak kandung paham negara kesejahteraan. Sebagai sebuah kebijakan public di bidang kesejahteraan sosial, kebijakan sosial menunjuk pada seperangkat kewajiban negara untuk melindungi dan memberikan pelayanan dasar terhadap warganya. Pemenuhan kebutuhan hidup minimum, pendidikan wajib, perawatan kesehatan dasar, dan perlindungan sosial terhadap kelompok-kelompok rentan adalah beberapa contoh kewajiban negara yang harus dipenuhi yang dinyatakan oleh konsep negara kesejahteraan. Secara konseptualisme menurut Yahya Zein(2016:10-11) welfare state atau paham negara kesejahteraan di Inggris, dipahami sebagai alternative terhadap  The Poor Law (UU-anti kemiskinan) yang selalu melahirkan stigma karena hanya ditujukan untuk memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Berbeda dengan system The Poor Law, Negara kesejahteraan menekankan pada penyelenggaraan system perlindungan social yang melembaga bagi setiap orang sebagai cermin dari adanya hak kewarganegaraan disatu pihak dan kewajiban negara dipihak lain.
Kembali kepada konsep welfare state yang menjadi sebuah model ideal pembangunan yang fokus kepada peningkatan  kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warga negaranya. Eksistensi negara kesejahteraan tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah yang responsive  terhadap pengelolaan dan pengorganisasian perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggungjawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warga negaranya (Zein:2016).
Kembali kepada tema besarnya tentang pembangunan sosial di  masyarakat pesisir diperbatasan kalau merujuk pada UUD NRI 1945, jelas sekali harus ada pemenuhan secara layak dalam hak-hak dasar pendidikan, pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kaitannya dengan pembahasan negara sejahtera sudah semestinya pembangunan dikawasan perbatasan lebih diutamakan pembangunannya atau disamakan dengan wilayah bukan perbatasan, agar terpenuhinya kewajiban negara untuk selalu hadir dalam memenuhi pemenuhan pembangunan dalam segala bidang kehidupan dimasyarakat perbatasan.
b.     Persoalan secara umum di wilayah pesisir perbatasan
Secara sosiologis dan antropologis menurut Zein (2016:24) beberapa isu strategis yang menunjukkan kompleksitas permasalahan diwilayah perbatasan diantara adalah aspek ekonomi yang masih belum berubah cara pandangnya dan perlakuannya, karena terkesan masih diperlakukan sebagai halaman belakang yang tertinggal, kemudian dalam aspek sosial budaya, bisa terlihat kualitas sumber daya manusia yang rendah membuat nilai keunggulan kompetitif masyarakat perbatasan menjadi sangat rendah dan berakibat pada kendala alam pengembangan ekonomi dikawasan perbatasan. Kemudian menurut Harmen Batubara(2015:31-32) secara garis besar , karakteristik wilayah perbatasan meliputi, pertama, karakteristik fisik dan infrastruktur yang sangat terbatas (masalah penegasan dan penetapan garis batas yang belum selesai, berada dipedalaman, sarana-prasarana terbatas, pos pengawasan lintas batas dan custom, immigration,quarantine, security/CIQS belum lengkap). Kedua, karakteristik pemukiman penduduk yang jarang dan tidak terdistribusi merata, kualitas relative rendah, angka kematian tinggi, secara etnis memiliki hubungan kekeluargaan dengan saudara di negara tetangga. Ketiga, karakteristik ekonomi yang tidak seimbang, Keempat, belum terkelolanya sumber daya alam secara baik. Kelima, karakteristik pertahanan: penduduk mudah tergoda oleh kemudahan di negara tetangga, belum optimal. Kemudian yang harus diutamakan terlebih dahulu adalah bagaimana urgensi dari pembangunan sosial di pesisir perbatasan.
c.      Strategi Pembangunan Sosial pesisir perbatasan.
Dalam konteks pertahanan dan keamanan tentu saja peran pemerintah harus di dorong untuk lebih kuat mempersiapkan daerah terdepan perbatasan dengan peralatan canggih, sehingga bisa membuat negara tetangga tidak bisa sewenang-wenang melanggar wilayah perbatasan laut di negeri ini. Dalam pelaksanaan pembangunan sosial didasarkan pada ideology yang menekankan pada  pendekatan nilai dan kepercayaan. Dalam Rusmana(2009:27) perbedaan yang didasarkan pada ideology ini secara umum dibagi tiga. Pertama, strategi yang dilakukan dengan tanggung jawab utamanya dalam mempromosikan pembangunan sosial secara individual. Kedua, strategi yang dilakukan dengan menekankan pada peran masyarakat local. Ketiga. Tanggung jawab yang diemban oleh pemerintah. Midgley dalam Rusmana(2009:27) menguraikan strategi pembangunan dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat ada tiga  strategi besar, yaitu pembangunan sosial melalui individu, pembangunan sosial melalui komunitas, dan pembangunan sosial melalui pemerintah. Kaitannya dengan pembangunan sosial dimasyarakat pesisir perbatasan, tidak bisa peran ini hanya dilakukan oleh pemerintah didaerah perbatasan saja, tetapi harus diutamakan juga peran individual dimasyarakat pesisir perbatasan atau disempowering (diberdayakan) sehingga bisa mandiri dan lebih kreatif didaerahnya. Peran pembangunan sosial melalui komunitas juga tidak bisa diremehkan, karena manusia sebagai mahluk sosial pastinya hidup berkelompok. Untuk itulah masyarakat pesisir diperbatasan dengan banyak kelompok sosial, organisasi sosial harus berperan juga dalam pembangunan sosial masyarakat pesisir perbatasan.
1.     Pembangunan sosial melalui individu diperbatasan
Individu diwilayah pesisir perbatasan harus bisa diusahakan melakukan pelayanan masyarakat secara swadaya, guna memperdayakan masyarakat. menurut Rusmana(2009:27) pendekatan individual lebih memperhatikan pelaksanaan intervensi secara individual diantaranya dilakukan oleh salah satu perusahaan yang sudah mapan kepada keluarga yang memiliki pendapatan rendah, pelaku usaha kecil dan menengah pada sector informal. Diharapkan dari intervensi yang dilakukan secara individual dapat meningkatkan kesejahteraan penerima dana, karena pendapatannya dari usahanya menjadi stabil. Apalagi dimasyarakat pesisir perbatasan dilakukan pemetaan secara aset sosial individual, dari mulai usaha sendiri yang sifatnya permanen, kemudian diberikan injeksi bantuan modal, sehingga bisa semakin berkembang di dalam kehidupannya. Walaupun juga harus ada perubahan secara mindset individu-individu yang dimasyarakat perbatasan. Disinilah diperlukan para sarjana penggerak pedesaan untuk ikut peduli di wilayah masyarakat pesisir.
2.     Pembangunan sosial melalui komunitas di pesisir perbatasan
Dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama menurut rusmana(2009:28) berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan komunitas. Para pendukung strategi ini percaya bahwa warga masyarakat dan komunitasnya memiliki kesamaan kemampuan dalam mengorganisir diri mereka sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan dimasyarakat pesisir perbatasan dapat dilakukan dengan melakukan pemanfaatan potensi lokalitas didaerah pesisir perbatasan, sehingga bisa mempromosikan pembangunan sosial dimasyarakat pesisir dengan sector perikanan yang mampu mendongkrak pertumbuhan perekonomian mereka.
3.     Pembangunan sosial melalui pemerintah di pesisir perbatasan
Dalam hal ini pemerintah melaksanakan sebagai sebuah kelembagaan formal membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pesisir, dalam merencanakan program-program juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pesisir yang diperbatasan. hal yang sangat penting adalah pemerintah harus memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat pesisir diperbatasan.