Revolusi mental merupakan wacana yang sering dibincangkan dalam masyarakat Indonesia hari ini. karena masih perlu proses panjang untuk bisa mewujudkannya. Bukan mudah dan instan dalam membangun revolusi mental, karena penyakit-penyakit mental sudah terlalu lama dinegeri ini. akibat dari tidak tertatanya system yang baik. Membangun system sosial harus juga mampu menggerakkan sub system-sub system yang ada dinegara ini. ada yang mengatakan system dibangun dengan tidak ada celah sedikitpun, sehingga membuat orang tidak punya celah sedikitpun untuk melakukan perbuatan menyimpang. Para penganut teori system selalu mengatakan strukturlah yang mempengaruhi individu dalam masyarakat. tetapi ada juga tetap bertahan dengan mengatakan indivulah yang mendominasi terhadap masyarakat. perdebatan seperti ini memang cukup lama dan semakin melebar, karena dikembangkan oleh para pengikutnya sehingga semakin dominan perbedaan kedua teori itu terjadi. Sehingga muncul jalan ketiga yaitu strukturasi yang diprakarsai oleh Anthoni Giddent, yang mengatakan dua-duanya saling mempengaruhi. Struktur sosial dan individu atau agen sangat besar mempengaruhi atau timbal balik. Individu memang hidup dalam struktur tertentu yang membentuk individu, tapi seiring itu, individu juga bisa mengubah struktur itu. meskipun struktur sosial berpengaruh, manusia bukanlah mesin yang terus-menerus didikte oleh struktur. Anthoni Gidden mengembangkan suatu Teori Strukturasi dengan dualitasnya, yaitu ibarat kopi dan gula diaduk tetapi masih bisa merasakan mana manisnya gula dan pahitnya kopi. Kalau kita kaitkan dengan Revolusi Mental dibangsa ini, ternyata rusak mental penyebabnya adalah system sosial yang dibangun telah memberikan celah untuk individu untuk melakukan perbuatan menyimpang.
Dimensi Revolusi Mental dalam
Keluarga
Dimulai
dari dimensi keluarga, lingkungan sosial keluarga atau struktur sosial keluarga
tidak memberikan transfer nilai-nilai sosialisasi terhadap anak, sehingga anak
gagal untuk berpartisipatif dimasyarakat. Struktur sosial keluarga seharusnya
ketat memberikan membangun sebuah system. Nilai-nilai sosial keluarga terhadap
anak, seharusnya menjadi sebuah fundamental baru untuk bisa mengurangi terjadinya
korupsi, kolusi dan nepotisme. Orang tua harus juga bisa memberikan keteladanan
atau contoh terhadap anak, sehingga anak meniru didalam keluarga.kedua orang
tua terhadap anak jangan memberikan contoh yang transaksional setiap mendidik
anak, karena akan membuat anak selalu menjadi manja dan tidak mandiri. System
sosial keluarga harus bisa memberikan keteladan kepada anak, karena disitulah
tanggung jawab orang tua terhadap anak. Apalagi dikaitkan dalam revolusi mental
dalam keluarga, struktur sosial keluarga harus bisa memberikan semua
nilai-nilai yang disesuaikan dengan pentingnya perbaikan mental dalam keluarga.
Tetapi orang tua juga harus bisa memberikan contoh atau keteladanan pada anak.
Sebab tujuannya agar system dalam keluarga bisa memberikan nilai-nilai
perbaikan mental pada si anak. Jadi secara ekternal system nilai atau
batasan-batasan boleh tidak boleh, kemudian norma-norma atau pantas tidak
pantas menjadi sebuah fakta sosial dalam melatih mental sosial dalam sebuah
struktur sosial. Perilaku mental menyimpang akibat dari gagalnya orang-orang
dalam melakukan integrasi sosial atau pembauran dan kesadaran kolektif dalam
system keluarga. Jadi secara fundamental nilai-nilai moral atau etika harus
disosialisasikan secara terus-menerus sehingga menjadi institusionalisasi atau
pembiasaan yang membekas, sehingga menjadi internalisasi atau mendarah daging
dalam sebuah struktur sosial keluarga. Kemudian dalam system kepribadian
menjadi fungsional sangat ditentukan oleh system sosial dan system budaya dalam
keluarga.
System sosial dalam keluarga apabila peran
orang tua mampu dijalankan baik dimensi hak dan kewajiban, kemudian peranan
keluarga yaitu orang tua harus menunjukkan pola perilaku yang diharapkan dalam
keluarga. Kemudian secara etnometodologi dengan kesadaran praktis orang tua
dalam berperan harus bisa selalu melakukan interaksi dengan anak-anaknya dalam
setiap ruang-ruang didalam rumah tangga. Misalnya dalam ruang makan, ayah atau
ibu harus selalu memberikan interaksi kepada anaknya akan pentingnya kejujuran
dan kepintaran emosional, kemudian dalam ruang tamu juga harus demikian
hendaknya. Jadi secara fundamental dalam ruang apapun dalam setiap kesempatan
berinteraksi dengan sanak keluarga tetap memberikan sosialisasi akan pentingnya
nilai-nilai moral sebagai wujud tanggungjawab sebagai mahluk sosial dan
revolusi mental dalam keluarga. Sebagai generasi pendiri keluarga antara ayah
dan ibu, juga harus tetap menjadi generasi pembangun nilai-nilai kejujuran,
moral, agama, sosial, ahlakul karimah dan lain-lain. Sehingga sebagai generasi
penikmat anak-anak menjadi bagian tidak terpisahkan dari dasar generasi
pembangunan dalam keluarga. Kemudian secara fenomenologi realitas sosial
tercipta dan terpelihara dalam relasi dialektis antara individu dan dunia
sekitarnya. Jadi realitas sosial dalam keluarga terjadi tetap di bangun dalam
relasi antara individu dengan lingkungan keluarga. Ini bisa diciptakan dengan
melihat nilai ekternalisasi lingkungan keluarga, objektivasi dan internalisasi.
Dalam dimensi ekternalisasi orang tua harus bisa membangun nilai sosial dan
budaya disesuaikan dengan revolusi mental, sehingga anak selalu akan
menyesuaikan dengan nilai tersebut. Selanjutnya dalam objektivasi sang anak
dalam keluarga akan membangun sendiri makna revolusi mental dalam kejujuran,
kebaikan, kehormatan, ahlak dan lain-lain. Dan terlepas dari realitas yang
diciptakan oleh orang tua. Karena sudah mampu secara fundamental memaknai
nilai-nilai ekternal keluarga tersebut. Kemudian secara internalisasi realitas
sosial yang dipahami oleh individu baik secara ekternalisasi produk nilai-nilai
sosial dan budaya kejujuran, ahlak, kehormatan, harga diri yang melekat dalam
struktur sosial keluarga, dan secara objektivasi terlepas dengan independent
memahami nilai-nilai tersebut dan secara internalisasi akhirnya bisa menerima
nilai-nilai tersebut dengan penafsiran tersediri.
Kemudian
dalam pembentukan diri dengan revolusi mental dalam keluarga secara sosiologi
berbeda dengan pemahaman psikologi. Kalau sosiologi pembentukan diri itu melalui
interaksi dengan orang lain disekitarnya. Sedangkan psikologi melihat diri itu
dari watak manusia yang sudah dilahirkan. Dalam konteks sosiologi konsep diri
itu dibentuk dengan interaksi sosial individu dengan lingkunan keluarga. Ayah
yang mendidik dengan moral dan ahlak terhadap anaknya, kemudian menciptakan
lingkungan keluarga yang nyaman. Ditambah lagi ibu juga demikian maka secara
kontinyuitas interaksi anak dalam keluarga akan tumbuh pikirannnya seiring
dengan berinteraksi dengan lingkungan sosial keluarga. Kemudian dari pikiran
yang semakin tumbuh berkembang seorang anak menjadikannya dirinya sebagai objek
dalam melakukan tindakannya. Kemudian secara etnometodologi dalam keluarga
selalu orang tua harus bisa memantau dan menyadari setiap ruang-ruang yang ada
dikeluarga. Misalnya diruang makan orang tua membicarakan tentang nilai-nilai
dan norma kebaikan sosial, kemudian menceritakan tentang sejarah orang-orang
yang mempunyai kejujuran dan yang tinggi moral dan ahlaknya sehingga membuat
anak semakin tersosialisasi dengan kebiasaan tersebut. Kemudian diruang yang
lain seperti ruang tamu harus tetap diskusi kepada anak untuk menyamakan
persepsi tentang perlunya penanaman ahlak sejak dini dalam rangka membangun
revolusi mental secara fundamental dalam keluarga. Jadi dalam analisis
percakapan disetiap ruangan dalam keluarga harus diciptakan sosial-cultur
seperti itu. kemudian orang tua juga harus mampu memberi contoh terhadap apa
yang sudah disosialisasikan terhadap anaknya.
Kemudian
secara fenomenologi komponen keluarga akan memaknai realitas sosial dalam
keluarga yang apa adanya. Individu dalam keluarga memberikan makna-makna yang
didapat dari kenyataan sosial keluarga. Untuk itulah keluarga harus mampu
membangun realitas sosial budaya jujur, bermoral, berahlak, mengembangkan
kepintaran emosional dan spiritual agar anak mampu berinteraksi dalam kebiasaan
tersebut. Sehingga karena sudah terlembaga nilai-nilai tersebut, dengan
independent anak akan mampu memaknai setiap realitas sosial dalam keluarga dengan
sendirinya, bahkan bisa menginternalisasi atau memahami secara sendiri dan
mampu mempraktekkannya. Kemudian keluarga harus juga megembangkan realitas atau
kenyataan sosial tentang revolusi mental secara objektif. Terutama dalam
menciptakan kebiasaan-kebiasaan kearah revolusi mental, sehingga lama-kelamaan
pelembagaan tersebut menjadi suatu hal yang lumrah. Tetapi kalau tidak mampu
memahami kebiasaan itu secara fundamental, tentu saja seorang anak dalam
keluarga harus diberikan pemahaman tentang makna sosial revolusi mental dalam
keluarga.
Dimensi Revolusi Mental Dalam
Sekolah.
Institusi pendidikan sebagai sarana
untuk melakukan perubahan secara mendasar juga sangat mendukung sekali
terjadinya revolusi mental. Karena sekolah merupakan pintu atau gerbang dalam
melakukan tranmisi budaya terhadap anak-anak sekolah. Transmisi budaya
disekolah seperti disiplin masuk sekolah, baju yang rapi, budaya jujur, budaya
saling menghormati antar siswa. Kemudian disekolah juga diajarkan budaya malu
dan perasaan bersalah, disekolah harus diajarkan sportifitas dan tanggungjawab.
Sehingga ada kaitan antara transmisi nilai dan norma yang diajarkan dikeluarga
dengan tansmisi budaya di sekolah. Karena kalau tidak korelatif akan
menyebabkan terjadinya split personality. Split personality itu kepribadian
yang terpecah akibat tidak bisa menempatkan diri dalam masyarakat.
Disekolah sebagai agen sosialisasi
nilai-nilai juga ikut menyumbang kuatnya revolusi mental sebenarnya. Konsep
revolusi mental dalam sekolah harus bisa diperkuat dengan nilai etika, estetika
dan logika. Nilai etika atau kepantasan dan kepatutan juga menjadi kebiasaan
yang diajarkan dalam setiap sekolah. Bukan saja kepintaran logika yang
diajarkan, tetapi yang lebih penting lagi adalah kepintaran emosional dan
kepintaran spiritual perlu ditanamkan dalam institusi pendidikan. Kepintaran
emosional perlu dilatih disekolah agar peka terhadap lingkungan sosial dimana
individu itu berada. Guru sebagai pengajar dan pendidik juga harus bisa memberikan contoh dan keteladanan kepintaran
emosional itu. kepintaran emosional itu ukurannya adalah rasa dalam diri siswa
dan para pendidik. Seorang siswa yang membenci dibohongi, tidak menepati janji,
tidak disiplin, tidak suka dimarah dan benci dengan siswa mencontek. Jangan
sampai di praktekkan budaya tersebut pada dirinya dan juga kepada orang lain.
Sebab secara revolusi mental penyakit-penyakit mental akan menjadi sebuah darah
daging kalau tidak dibendung di keluarga dan disekolah. Untuk itulah sekolah
bukan saja membentuk manusia dengan kecerdasan intelektual, tetapi bagaimana
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual juga harus dibangun. Kemudian
individu-individu yang berkarakter juga harus dibangun disekolah. Revolusi
mental harus dibangun dari mulai keluarga dan sekolah.
Peran pendidik dalam sekolah dari mulai kepala
sekolah, para guru dan staf administrasi disekolah harus bisa menciptakan
sosialisasi terhadap nilai dan budaya yang mendukung revolusi mental. Setelah
semua dilakukan sosialisasi secara budaya dan sosial dilingkungan sekolah
dengan revolusi mental, kebiasaan-kebiasaan itu bisa dilembagakan di sekolah
bisa dengan tata tertib sosial, tetapi semua disekolah harus bisa komitmen
mematuhi tata tertib sosial tersebut. Kemudian secara etnometodologi disetiap
ruang-ruang disekolah, dan diruang informal tetap di kampanyekan nilai-nilai
revolusi mental. Agar makna revolusi mental menjadi internalisasi dalam setiap
individu disekolah dan menjadi budaya secara sosial di institusi pendidikan.
Kemudian secara fenomenologi sekolah harus menjadi realitas sosial yang
objektif, dengan pengertian bahwa
tradisi disekolah dengan dibangunnya revolusi mental akan menjadi sebuah
hal yang biasa, dan tidak dipertanyakan oleh siswa-siswa dan para guru
disekolah. Kemudian bagi individu yang kurang memaknai revolusi mental
disekolah, akan berusaha mendapatkan makna tersebut dari interaksi sosial siswa
dengan siswa lainnya. Sehingga bisa menerima struktur sosial tersebut.
Kemudian secara interaksionis simbolik,
symbol-simbol revolusi mental harus bisa memberikan makna terhadap para siswa
dan para pendidik disekolah. Interaksi disekolah harus tetap memberikan control
terhadap berlangsungnya proses revolusi mental disekolah. Siswa dalam
berinteraksi dengan siswa lainnya, kemudian siswa berinteraksi dengan guru dan
guru dengan kepala sekolah harus tetap disemangati dengan revolusi mental.
Penampilan, persepsi, pemahaman terhadap revolusi mental harus dimiliki oleh
siswa, para guru dan staf administrasi disekolah biar menjadi panggung depan
dan belakang sekolah. Selanjutnya secara interaksionis simbolik konsep diri
dalam sosiologi berbeda dengan psikologi. Dalam sosiologi Diri terbentuk dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Konsep diri siswa untuk bisa menerima
revolusi mental harus selalu berbicara dalam ruang-ruang sekolah baik formal
maupun informal. Cara berpikir dan bertindak seorang siswa ditentukan
penafsirannya terhadap lingkungan sekolah. Untuk itulah lingkungan sosial harus
di modif dan dibangun dengan budaya dan perilaku revolusi mental. Secara
pertukaran sosial perilaku revolusi mental bisa diberikan juga reward dan
punishment disekolah. Bagi siswa dan guru yang mampu memaknai revolusi mental
dan tetap menjaga integritas diri baik secara sosial dan kultural disekolah
diberikan reward sosial berupa penghargaan integritas award disekolah, sehingga
memberikan motivasi untuk siswa lainnya. Kemudian secara intrinsic selain
mendapatkan penghargaan integritas award tersebut, juga adanya nilai kehormatan
yang diberikan kepada orang-orang yang mampu menjaga nilai itu dan memberikan
inspirasi dan keteladanan. Tetapi bisa juga secara ektrinsik mendapatkan nilai
materi sebagai motivasi untuk selalu komitmen terhadap revolusi mental
disekolah.
Dimensi Revolusi Mental
Dimasyarakat
Secara
system sosial masyarakat merupakan suatu tempat manusia untuk melakukan
aktivitas-aktivitas dengan tujuan agar tetap berjalannya keseimbangan
dimasyarakat. masyarakat dalam beraktivitas selalu menjaga ketertiban sosial
agar tetap berlangsungnya tatanan sosial. Masyarakat tetap bertahan sampai
sekarang karena ada sesuatu yang mempertahankannya yaitu integrasi dan
kesadaran kolektif. Kalau pembauran dan kesadaran kolektif antar masyarakat
tidak terjadi maka akan menyebabkan anomi sosial. Anomie ini akibat individu dalam
masyarakat gagal paham dalam menyesuaikan diri dalam masyarakat, sehingga
tujuan masyarakat terganggu akibat adanya penyimpangan perilaku dalam struktur
sosial. Untuk itulah perlunya integrasi seorang individu yang sudah mendapatkan
nilai sosialisasi dalam keluarga dan sekolah. Sehingga pola budaya dan sosial
masyarakat bisa bertahan cukup lama. revolusi mental dalam masyarakat perlu
dilakukan untuk menjadikan masyarakat semakin peduli terhadap lingkungannya
atau pemimpinnya untuk tidak sedikitpun berlaku zalim atau tidak adil.
Lingkungan sosial juga perlu diperbaharui
dengan dibangunnya tatanan sosial secara structural fungsional. Nilai-nilai
revolusi mental dikeluarga, institusi pendidikan perlu juga disambung dengan
kuatnya nilai dan norma sebagai dasar perubahan perilaku masyarakat. revolusi
mental dimasyarakat secara struktur sosial harus bisa beradaftasi dengan
lingkungan sekitar, karena kita lihat hari ini khususnya masyarakat perkotaan
spirit tanggungjawab sosial sangat rendah, sehingga perlu diperkuat dengan
nilai kolektivitas dan kohesivitas. Modal sosial dimasyarakat perkotaan sangat
berbeda dengan masyarakat pedesaan. Dimasyarakat pedesaan masih kental terasa
local wisdom atau local genious dan local naratif. Sehingga masyarakat bisa
semakin kuat integrasinya, sehingga tidak terjadinya anomi sosial. Anomi adalah
gagalnya melakukan integrasi sosial dan kesadaran kolektif. Karena modal sosial
sudah mendarah daging dalam tatanan sosial pedesaan, sehingga sudah menjadi
system budaya dan dasar perilaku masyarakat. dimasyarakat pedesaan yang control
sosialnya masih kuat membuat orang-orang dipedesaan sangat kuat integrasinya.
Berbeda dimasyarakat perkotaan yang sangat individualistis. Konsep revolusi
mental dalam masyarakat perkotaan harus diciptakan budaya masyarakat kota.
Keberadaan masyarakat kota harus ditertibkan oleh aturan-aturan hokum public
oleh pemerintah. Kemudian pemerintah juga harus bisa memberikan keteladanan
dengan selalu mengedepankan nilai-nilai public seperti integritas, kejujuran,
disiplin, dan anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Dimasyarakat kota perlu
dibangun kesadaran kolektif yang berkesinambungan dengan tetap mempertahankan
budaya mental progresif.
Secara sosiologis perlu dibangun masyarakat
kota dengan symbol-simbol disetiap ruang kota ada revolusi mentalnya. Kemudian
individu-individu yang rusak mentalnya juga perlu ditempel di public, agar bisa
memberkan sanksi sosial terhadap individu-individu yang tidak komitmen dan
lalai dalam menjalankan amanah sebuah jabatan. Tokoh masyarakat harus juga
membangun kesadaran praktis tentang pentingnya revolusi mental dalam membangun
tatanan sosial yang rusak saat ini. tokoh agama juga harus bisa memberikan keteladanan
tentang ahlak revolusi mental didalam komunitasnya. Dosen dan guru juga harus
sama memberikan spirit revolusi mental dalam proses interaksi sosial didalam
institusi pendidikan. Jadi tugas pemerintah harus mampu menciptakan suatu
system yang mengacu pada revolusi mental didalam masyarakat, jangan sampai ada
celah sedikitpun dalam sebuah system terjadinya penyimpangan. Tugas dosen,
guru, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama memberikan keteladanan
didalam masyarakat. karena rusaknya negara ini bukan saja karena sistemnya
saja, tetapi oleh orang-orang yang mengendalikan system tersebut. Tetapi ada
juga yang mengatakan dua-duanya ikut berkontribusi terhadap rusaknya negara
ini. jadi secara etnometodologi didalam ruang-ruang public harus tetap dibincangkan
perlunya penanaman kembali revolusi mental untuk membendung semakin masifnya
budaya korupsi, kolusi dan nepotisme yang sangat akut.
Dilingkungan
keluarga merupakan ruang pertama mendapat tempat untuk mentransmisi budaya
jujur, integritas, bermoral dan punya harga diri serta anti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Lingkungan pendidikan juga demikian, sehingga lingkungan masyarakat
bisa menciptkan orang-orang yang punya integritas. Lingkungan masyarakat harus
dibentuk sebuah komunitas yang diisi oleh orang-orang yang didalamnya sangat
komitmen dan teruji integritasnya kemudian sudah melakukan simulasi tentang
bagaimana mengelola kejujuran dan integritas masyarakat berbasis kearifan
local. Kemudian system budaya dimasyarakat harus sudah terlembaga kebiasaan-kebiasaan
positif yang mampu menjadikannya sebagai internalisasi dalam diri manusia.
Secara fenomenologi masyarakat harus menjadi realitas sosial yang objektif
artinya budaya mental yang baik harus menjadi sebuah kebiasaan yang mentradisi
dikalangan masyarakat. peran dari masing-masing institusi sosial mampu
menerapkan konsep revolusi mental sehingga menjadi budaya mental akhirnya.
Kemudian realitas sosial masyarakat subjektif terjadi apabila seorang individu
tidak mampu memahami makna-makna budaya dan perilaku mental positif
dimasyarakat. saat berinteraksi harus diberikan penjelasan oleh individu lain,
kemudian memberikan transmisi budaya local dan akhirnya menjadi bagian dalam
struktur sosial masyarakat.
Kemudian realisasi revolusi mental
dalam ranah pertukaran harus juga diberikan reward anda punishment. Karena
manusia adalah mahluk rasional, kemudian memperhitungkan untung dan rugi.
Revolusi mental akan berhasil guna dimasyarakat apabila ada dukungan sosial
dengan memberikan imbalan sosial berupa penghargaan, penghormatan dan dukungan
sosial terhadap orang-orang yang berhasil menerapkan dalam kehidupan sosial
masyarakat. imbalan taktis juga secara ektrinsik perlu juga diberikan agar
memberikan motivasi untuk tetap komitmen dalam ranah revolusi mental. Dalam
ranah pertukaran antara individu dan kelompok atau struktur sosial.
Dimensi Revolusi Mental Dalam Ranah
Politik
Dalam
ranah politik Revolusi Mental perlu terobosan mendalam dalam mewujudkan
revolusi mental. Hingar bingar perpolitikan di negara ini tidak pernah sepi
akibat dari para politisi yang semakin miskin dari budaya malu dan perasaan
bersalah. Ranah politik selalu memberikan gambaran dari orang-orang yang
mendengarkannya, bahkan membincangkannya semakin apatis dibuatnya. Karena para
politisi dinegara ini kurang bisa menjual ideology yang bisa mensejahterakan
masyarakat. diranah politik perebutan kekuasaan dan kepentingan ekonomi politik
merupakan kejadian sehari-hari. Padahal nilai politik pada hakekatnya adalah
untuk kesejahteraan umum, keadilan dan kemaslahatan masyarakat. hakikat politik
semakin kabur akibat prilaku para politisi berpikiran sempit dan sangat kapitalistik.
Mandat rakyat yang diberikan oleh masyarakat sudah sering disalahgunakan dalam
politik. Padahal kepercayaan public menjadi nomor satu untuk didahulukan,
tetapi sebaliknya politisi dan elit partai berebut kepentingan dan tak jarang
konflik dalam sebuah partai.sebagai negara demokrasi ini sebuah tantangan
politik kedepan. Karena kalau kita lihat partai politik sebagai pilar demokrasi
harusnya memberikan pendidikan politik yang sehat dan cerdas kepada msyarakat,
sehingga jalan demokrasi dinegara ini semakin tumbuh dan berkembang. Konsep
revolusi mental perlu dipertegas dalam ranah politik di negara ini. jangan
sampai revolusi mental hanyut oleh kepentingan elit penguasa dan hanya sebuah
jargon politik, tetapi miskin realitasnya. Untuk itulah negara harus merubah
dari undang-undang partai politik sampai dengan undang-undang dalam pemilihan
kepala daerah harus memberikan syarat khusus tentang adanya sanksi bagi
pemimpin yang gagal dalam mewujudkan janjinya saat berkuasa.
Revolusi
mental perlu dibangun dalam pertumbuhan politik di era demokrasi saat ini,
karena demokrasi telah mengaburkan hakekat reformasi sebenarnya. Reformasi
telah semakin hanyut dari agenda besar negar ini pasca tumbangnya rezim
totaliter. Rezim penguasa semakin amnesia untuk bisa dengan cepat menuntaskan
agenda korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu untuk mempercepat reformasi
birokrasi semakin tidak menunjukkan hasilnya, karena kurang komitmen dan
konsisten. Setiap suksesi atau pergantian pemimpin selalu berulang kembali dalam
membangun pondasi dipemerintahan bangsa ini.seharusnya pondasi pemerintahan
yang sudah dibuat oleh orde sebelumnya dilanjutkan oleh rezim yang baru
berkuasa, sehingga tidak membuat pembangunan menjadi mubazir. Disitulah
perlunya revolusi mental diterapkan dengan tegas. Partai politik harus
melakukan reformasi secara total untuk merubah diri menjadi tempat pendidikan
politik, rekrutmen politik, sosialisasi nilai-nilai politik dan pengatur
konflik. Hingar bingar partai politik dalam merebutkan kepentingan syahwat
sesaat harus diberikan sanksi oleh pemerintah, agar tumbuh sehat partai politik
di negara ini. nilai-nilai revolusi mental dalam partai politik akan berhasil
guna apabila mampu melakukan adaptasi dengan tuntutan masyarakat saat ini yang
inginkan adanya perubahan secara fundamental dalam bidang ekonomi.
Goal
atau tujuan dari partai politik sebagai pilar penegak demokrasi benar-benar
bisa memberikan kontribusi positif dalam system politik saat ini. partai
politik baru harus bisa menangkap isyu dari kebutuhan masyarakat yang
menginginkan adanya darah baru partai politik untuk merubah kebiasaan elit
partai politik yang haus kepentingan, syahwat kekuasaan menjadi politisi yang
mengedepankan nilai-nilai prestise dalam masyarakat. karena kalau politisi masih
juga memikirkan sandang, pangan dan papan secara fundamental, bagaimana mau
merubah masyarakat dan negara ini. harusnya kebutuhan psycologi itu menjadi hal
yang sudah tuntas pada saat berpolitik, sehingga dapat dengan mudah menerapkan
revolusi mental dikalangan elit. Politisi sebagai wakil rakyat harus bisa
memberikan contoh terdepan dalam panggung depan masyarakat sebagai penegak
kedaulatan demokrasi rakyat. revolusi mental secara sistematik harus menjadi
pembiasaan di dalam system politik di negara ini. diwilayah wakil rakyat harus
dibangun untuk sportif apabila tidak komitmen dalam janjinya, mundur dari
jabatannya, karena tidak mampu dan tidak amanah. Proses revolusi mental harus
dibincangkan dalam setiap momentum di dalam gedung rakyat seperti Dewan Perwakilan
Rakyat. rakyat sebagai kenyataan sosial objektif tetap harus ditumbuhkan
semangat kritisnya terhadap perilaku para wakil rakyat yang tidak bekerja untuk
rakyatnya. Tanggung jawab sosial partai politik harus dibangun dengan
perkaderan politik yang disesuaikan dengan ideology partai politik dan platform
partai politik.
Momentum
revolusi mental harus tetap digaungkan dalam setiap ruang-ruang public, agar
masyarakat mampu mewarnai dan mengontrol jalannya pemerintahan serta cheks and
balances didalam demokrasi saat ini. kemudian seleksi kepemimpinan partai
politik harus didasari semangat revolusi mental dalam prosesnya sehingga muncul
pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat. jangan sampai hanya tontonan
masyarakat, tetapi keputusannya ditangan kekuasaan yang tidak kelihatan dan
sangat tersembunyi. Hakikat seleksi kepemimpinan tidak akan menjadi contoh yang
baik, jika dalam proses dan keputusannya selalu menggunakan variable uang dan
kepentingan praktis dari segelintir elit partai politik. Disinilah perlunya
variable revolusi mental system partai politik dan mental orang-orang yang
menggerakkannya. Perlunya paradigm baru dalam pembangunan partai agar bisa
memulihkan kepercayaan masyarakat dalam pembangunan politik di negara ini.
shifting paradigma lama dengan nilai revolusi mental tidak hanya bersifat
simbolis semata, tetapi perlu adanya ideology baru dalam tumbuh kembang partai
politik. Politik dengan dasar revolusi mental harus dikembalikan ke hakikat
semula yaitu kesejahteraan masyarakat, keadilan dan kemakmuran rakyat. agar
momentum partai politik dalam membangun demokrasi bisa berjalan sesuai dengan
keinginan masyarakat.
Dimensi Revolusi Mental dalam
Ekonomi
Dimensi
revolusi mental dalam pembangunan ekonomi mestinya tetap menjadikan nilai-nilai
pancasila sebagai filosopis dalam membuat kebijakan ekonomi. Pancasila sebagai
filosopis groonslag menjadi dasar setiap pembangunan ekonomi di negara ini.
nilai pancasila kalau diperas akan menjadikan gotong-royong dan ekonomi yang
sesuai adalah koperasi. Tetapi kenyataannya koperasi juga mengalami
pendangkalan nilai, karena koperasi juga terseret-seret dengan model
kapitalisme. Kita lihat hari ini revolusi mental dalam bidang ekonomi masih
kentalnya aroma monopoli berniaga atau berniaga. Ekonomi harus mengedepankan
nilai kebutuhan, bukan keinginan dalam masyarakat. sebab secara preferensi
aturan atau budaya ekonomi secara structural bisa berjalan dengan tetap menjaga
nilai kearifan local. Ekonomi Indonesia sekarang ini lebih banyak dikuasai oleh
para konglemerat dan juga para mafia ekonomi. Pemerintah harus tegas dalam
mengatur pembangunan ekonomi, karena kalau diserahkan pada mekanisme pasar akan
tentu saja yang akan menguasai adalah para pemilik modal. Neo liberalisme
menguasai bangsa ini karena pemerintahan tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
modal ekonomi dikuasai oleh para kapitalisme, karena adanya perkawinan
kepentingan antara pengusaha dan para birokrat.
Fundamentalisme ekonomi secara
structural dikuasai oleh para konglemerat dengan segala macam bisnis
dimasyarakat. misalnya pemerintah didaerah tidak pro terhadap pembangunan
ekonomi pasar tradisional yang sangat miskin fasilitas, dan terlihat kurang
terawat. Sementara pasar modern diberikan tempat oleh pemerintah untuk berkuasa
dalam masyarakat, tentu saja pemilik modal besar akan mempengaruhi perekonomian
didaerah. pemerintah harus direvolusi juga mental membangun dalam hal ekonomi.
Karena adanya pemerintah untuk melayani masyarakat, bukan hanya komunitas
pengusaha. Kemudian pembangunan dalam bidang ekonomi harus bisa mengandalkan
pemerataan produktivitasnya dimasyarakat. agar tumbuh secara kreatif
kutub-kutub ekonomi dimsyarakat. Kita sering melihat didaerah juga sangat
dimiskinkan oleh kelompok-kelompok structural, sehingga kalah bersaing dalam
asset dan akses keluar.
Pertumbuhan ekonomi kadang tidak sesuai dengan
harapan dan realitasnya dilapangan. Padahal sudah dimaksimalkan investasi,
ekspor, pengurangan terhadap impor dan saving atau tabungan diperbanyak. Tetapi
dalam kenyataannya pengangguran semakin meningkat, lapangan pekerjaan tidak
tersedia, kemiskinan semakin bertambah. Ini akibat dari pertumbuhan ekonomi
yang tidak berkualitas. Sekali lagi dalam amant Undang-Undang Dasar 1945 dengan
amandement saat ini seharusnya kita ini adalah penganut negara Kesejahteraan
atau Welfare State. Tetapi dalam kenyataan perekonomian kita dikuasai oleh para
kapitalisme yang kawin kepentingan dengan para konglemerat. Kembali dengan
konsep revolusi mental dan nawa cita generasi pendiri negara ini perlu cepat
direalisasikan berdaulatnya ekonomi di masyarakat, agar pertumbuhan ekonomi
dimsyarakat semakin tumbuh dan berkembang. Revolusi mental setiap pemimpin
harus didasari oleh jiwa kebangsaan dalam membangun ekonomi. Sehingga tidak
mudah untuk dirayu bahkan pertukaran kepentingan demi segelintir elit ekonomi.
Sangat miris sekali kalau kita lihat penguasa kekayaan di negeri ini hanya
segelintir elit ekonomi dan politik, sementara masyarakat memiliki saham yang
sedikit saja. perlu kembali kedalam Undang-Undang dasar dan nilai-nilai
ideology pancasila, sebagai spirit dalam membangun revolusi mental dalam
perihal ekonomi kita saat ini. kalau tidak kembali ke ideology bangsa ini, maka
jangan harap negara ini akan memakmurkan rakyatnya, justru akan kehilangan arah
dan terjebak dengan kepentingan para pemodal. Bahkan akan muncul persepsi
public bahwa penguasa merupakan perpanjangan tangan para elit penguasa
didaerah. gerakan revolusi mental dalam pembangunan ekonomi harus bisa
membendung monopoli para elit ekonomi yang selalu kawin kepentingan dengan para
penguasa didaerah. revolusi mental bukan saja hanya pada ranah kognitif saja,
tetapi pada ranah feeling dan tindakan juga harus cepat direalisasikan. Karena
persoalan ekonomi kita hari ini sebenarnya sudah jauh menyimpang dari semangat
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 tentang perekonomian harus dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk hajat hidup orang banyak. Ini bisa dilihat statement
dari mantan ketua KPK yang mengatakan bahwa 50% pengusaha tidak membayar
royalty kepada negara, jadi sekitar 20.000 trilyun. Penyebabnya adalah mental
para pejabat yang sangat korup dan serakah, tidak peka terhadap kepentingan
masyarakat. kalau itu benar terjadi juga akibat miskinnya kesadaran moral dan
tidak punya jiwa kebangsaan.
Jadi
pembangunan ekonomi dalam konsep revolusi mental tetap harus memberdayakan
masyarakat, karena hakikat dari pemberdayaan adalah mengeluarkan masyarakat
dari belenggu kemiskinan. Semoga dengan gerakan perubahan mental dalam bidang
ekonomi mampu merubah wajah perekonomian menjadi lebih berpihak pada rakyat,
bukan hanya pada kapitalis yang serakah.
Dimensi Revolusi Mental dalam hukum
Pembangunan
dalam bidang hukum perlu dipertegas dengan komitmen moral bagi para aparat
penegak hukum, karena wajah penegakan hukum kita hari ini masih juga diwarnai
adanya mafia hukum dan makelar kasus. Munculnya komisi pemberantasan korupsi di
republic ini pasca tumbangnya orde baru memunculkan sebab bahwa perjuangan
penegakan hukum telah tersandera oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Kepentingan politik para penguasa telah membuat penegakan hukum di Indonesia
melemah. Apalagi berhadapan dengan elit ekonomi yang konglemerat, sering kita
lihat di layar kaca oknum penegak hukum ditangkap tangan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Komisi pemberantasan korupsi hadir di tengah-tengah
masyarakat adalah untuk memberikan kepercayaan public akibat dari lemahnya penegakan
hukum yang dilakukan oleh penegak hukum lainnya. Tetapi dalam kenyataannya para
penegak hukum melakukan penyanderaan hukum terhadap para penegak hukum lainnya.
Inilah yang menjadi tontonan yang menarik dilayar kaca, media massa dan
elektronik. citra hukum sebagai panglima dinegara ini telah berubah menjadi
negara kekuasaan. Hukum sudah tidak lagi menjadi panglima untuk menjadi
eksekutor para pelanggar hukum dinegeri ini. tetapi justru menjadi alat barter
kepentingan dengan para penguasa yang terlibat kejahatan korupsi. Otonomi
daerah telah menjadi kesempatan penguasa didaerah menjadi raja-raja kecil untuk
bisa korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita padahal semua anti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Tetapi dalam kenyataannya system pilkada telah memberikan peluang
orang-orang didaerah untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan para kerabat
dekatnya. Sudah begitu banyak penguasa daerah yang tertangkap tangan oleh
komisi pemberantasan korupsi, tetapi justru tidak memberikan efek jera terhadap
para kepala daerah lainnya.
Perlu pencegahan dini atau earling
warning system dilakukan oleh para penegak hukum, supaya bisa menahan lajunya
tingkat korupsi di negara ini. tetapi
yang lebih penting juga para penegak hukum secara internal harus bersih dan
komitmen dalam penegakan hukum. Karena wajah hukum sering dinodai juga oleh
para penegaknya sendiri, lihat saja di tahun 2016 kemaren oknum jaksa ketangkap
komisi pemberantasan korupsi, sekretaris Mahkamah Agung juga statusnya dicegah
untuk keluar negeri, karena terindikasi adanya suap oleh para penjahat.
Revolusi mental dilakukan tidak saja pada mentalnya para aparat, tetapi system
hukum juga harus direformasi agar tidak ada celah sedikitpun untuk melakukan
penyimpangan hukum. Karena dalam prakteknya aparat penegak hukum juga
tersandera oleh budaya struktur hukum dan para penegak hukum itu sendiri. Dan
yang membuat culture shocknya bangsa ini saat penangkapan ketua Mahkamah
Konstitusi terlibat suap milyaran dalam memutuskan hasil pilkada, MK sebagai
sebuah banteng takeshi penegakan hukum di negara ini menjadi tumbang dan roboh.
Kepercayaan masyarakat menjadi di titik nadir terhadap penegakan hukum ini.
perlu reformasi total dalam bidang pembangunan hukum dinegara ini, sebab trust
atau kepercayaan public perlu dibangkitkan kembali agar bisa menuntaskan agenda
korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebab virus korupsi, kolusi dan nepotisme
semakin dahsyat dibandingkan di negara ini. perlu penegakan dan pencegahan
hukum berjalan seiring untuk low enforcement di masyarakat. dalam revolusi
mental pembangunan hukum harus tuntas oleh pemimpin saat ini, perlu gerakan
cepat dalam aksi revolusi mental dalam bidang hukum, karena hukum di negara ini sering tersandera oleh
kekuasaan. Sehingga penegakan hukum menjadi lemah dan terperangkap oleh
kepentingan politik dan ekonomi. Penegakan hukum harus menyeluruh di semua
bidang kehidupan bangsa ini,mulai dari pembangunan bidang ekonomi harus
diberantas monopoli para kapitalistik sehingga membuat tidak sehatnya
pertumbuhan ekonomi. Jargon pembangunan atau development yang dilaksanakan oleh
pemerintah sering kita lihat business usual selalu menjadi perusak dalam setiap
pembangunan. Mental mencari untung dalam setiap pembangunan pemerintah dipusat
maupun didaerah sudah menjadi kebiasaan yang harus dilibas dan dipangkas agar
bisa mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bisa dipertanggungjawabkan kepada
public. penegak hukum harus bisa bersama-sama menyelesaikan persoalan hukum
didaerah. karena revolusi mental harus juga disertai dengan contoh dari pusat
untuk memulainya. Budaya malu dan perasaan bersalah dalam wilayah hukum juga
harus dibangun dan diwujudkan dalam praktek sehari-hari. Supaya bisa memberikan
harapan kepada public untuk terwujudnya hukum yang berkeadilan dan tidak
subjektif.
Dimensi Revolusi Mental Di
Birokrasi Pemerintahan
Birokrasi
pemerintahan dalam praxis sosial secara structural fungsional harus bisa
berjalan sesuai dengan fungsinya. Empower atau pemberdayaan pada pada ranah
birokrasi, servicing atau pelayanan birokrasi terhadap masyarakat, kemudian
development atau pembangunan infrastruktur juga merupakan fungsi pemerintahan.
Revolusi mental perlu juga dibangun pada tataran birokrasi pemerintahan agar
bisa memperbaiki kinerja secara progresif dan produktif. Sering kita lihat
birokrasi dipemerintahan pasca diberlakuka otonomi daerah, banyak sekali
hambatan-hambatan untuk bisa merealisasikan tujuan mensejahterakan masyarakat.
akibat dari kuat dan kentalnya primordialisme mempengaruhi birokrasi didaerah.
reformasi birokrasi dengan konsep revolusi mental secara sosiologi adalah
membangun system yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian
secara mentalitas individu-individu dalam struktur birokrasi juga ikut
menyumbang terjadinya penyimpangan dalam birokrasi. Jadi rusaknya birokrasi di
negara ini bukannya karena sistemnya yang rusak, tetapi juga pengaruh dari
individu juga. Secara strukturasi Anthoni Gidden dengan konsep dualitas
menjelaskan ilustrasi seperti kopi dan gula diaduk menjadi satu, tetapi bisa
merasakan rasa pahitnya kopi dan manisnya rasa gula. Secara system sosial harus
ada keberlangsungan system birokrasi untuk mewujudkan kinerja aktif dengan
fungsionalnya peran dan peranan dari pada orang-orang yang duduk pada ranah
birokrasi. Kontribusi aktif dari masing-masing birokrat memberikan semangat
integrasi untuk tetap menjaga solidaritas dari system sosial. Tetapi dengan
semangat revolusi mental, perbaikan dan restrukturasi birokrat mesti harus di
laksanakan dengan segera. Agar mesin birokrasi berjalan tanpa adanya
penyimpangan struktur dan deviasi agen dalam perjalanannya. Dalam analisa
system parson dengan AGIL berusaha untuk bisa menjelaskan system sosial secara
sosial. AGIL yaitu adaptif, goal, integrasi,dan laten maintenance. Adaptif
adalah kemampuan menyesuaikan dengan kondisi diluar lingkungan birokrasi yang
menuntut untuk perbaikan system yang sangat kental dengan variable korupsi,
kolusi dan nepotisme. Kepercayaan atau trust terhadap birokrasi akan pulih
apabila mampu mereformasi diri dengan tuntutan public. kaca mata public harus
tetap dijadikan variable pendukung dalam melakukan perubahan secara total
didalam birokrasi. pasca reformasi di negara ini dan diberlakukannya kekuasaan otonomi daerah telah membuat mesin
birokrasi semakin kurang professional dalam bekerja. Tuntutan perbaikan
birokrasi akibat dari semakin menguatnya patron politik, putra daerah, dinasti
politik, korupsi politik telah semakin menyuburkannya praktek-praktek
penyimpangan jalannya birokrasi secara professional, jujur dan berintegritas.
Lingkungan luar birokrasi merasakan perlunya dibangun system birokrasi yang
tidak terpengaruh dengan adanya primordialisme dan dominasi elit politik local.
Goal atau tujuannya adalah untuk tetap
berjalannya birokrasi sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat. bukan alat
politik para penguasa didaerah untuk mendukung setiap kebijakannya demi
segelintir elit. Goal atau tujuan dari
adaptasi terhadap lingkungan sosial dimana birokrasi berada dalam lingkungan
masyarakat untuk bisa merespon public terhadap jalannya roda birokrasi. Tujuan
birokrasi tidak akan tercapai apabila tidak bisa menyesuaikan dengan kemauan
public tentang birokrasi yang transparansi dalam pengelolaan keuangan, disiplin
tetap berjalan secara on the track, dan kinerja birokrat semakin professional.
Reformasi birokrasi menjadi tujuan semua dalam system ini akan berjalan lamban
apabila tidak membuat skala prioritas dalam mencapai tujuan setiap reformasi
dilakukan. Revolusi mental menjadi variable penghambat dari semakin bobroknya
reformasi birokrasi, kalau pemerintah serius. Tetapi jika penguasa hanya
menciptkan slogan dan komoditi politik tentang revolusi mental untuk perbaikan
birokrasi, maka itu namanya sampah politik. Kotoran politik, limbah politik
pencitraan yang semu justru akan memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap
birokrat.untuk itulah perlu komitmen penguasa untuk melakukan revolusi mental
dalam ranah birokrasi agar tujuan dari otonomi daerah juga tercapai. Integrasi
atau pembauran terhadap masyarakat dengan sudah direformasinya birokrasi akibat
dari penyesuaian kehendak public, tentu saja akan bisa diterima oleh
masyarakat. tingkat pelayanan public harus diperbaiki, agar bisa semakin dekat
dengan masyarakat dengan pemenuhan kebutuhan service masyarakat. birokrasi yang
masih belum melakukan keterbukaan terhadap kinerja dan progress report
dimasyarakat, akan susah bergaul dengan apa yang diharapkan oleh public. perlu
dijaga pola dari perubahan reformasi birokrasi tersebut. Jangan sampai aspirasi
dari masyarakat tidak membuat reformasi birokrat menjadi terhambat, karena
dalam ruang demokrasi terlalu banyak pesan yang disampaikan untuk melakukan
perubahan mental dalam ranah birokrasi. Ini menjadi catatan penting untuk serta merta dilakukan agar tujuan
birokrasi bisa diharapkan oleh public. semakin prosesionalnya birokrasi tentu
saja pelayanan akan tercipta denagn baik. Semakin baik kinerja birokrasi dalam
masyarakat, pasti keinginan untuk melakukan pergaulan dengan masyarakat semakin
tidak kesulitan. Terpenting adalah menjaga pola atau bentuk perubahan dalam
birokrat sehingga tidak merusak sebuah system sosial birokrasi didaerah.
revolusi mental dalam birokrasi juga selain system yang diperbaiki, juga
diperbaiki mental individu birokrat itu sendiri. Karena secara individual
birokrat di isi oleh orang-orang yang kompeten dan melalui proses recrutmen
yang sangat panjang. Orang-orang dalam birokrat juga harus direvolusi
mentalnya, agar tidak larut dalam budaya lingkungan dimana dia berada. Sehingga
yang direvolusi mentalnya tidak saja hanya pada system atau struktur saja,
tetapi juga pada individu didalam birokrat.
No comments:
Post a Comment