Indonesia
adalah sebagai negara maritime yang sudah terkenal di dunia Internasional serta
sebagaian besar penduduk yang tinggal di pesisir adalah nelayan tradisional,
dan sebagian besar mereka tergolong miskin (Usman:2007). Kusnadi dalam Usman
(2007: 1) dalam bukunya “konflik sosial nelayan, mengatakan bahwa Indonesia sebagai
negara maritime yang memiliki pantai terpanjang di dunia yaitu 81.000 km garis
pantai. Dari sekitar 67.439 desa di Indonesia, sekitar 9.261 desa termasuk desa
pesisir dan sebagian besar adalah kantong-kantong kemiskinan structural fungsional
yang potensial terhadap kerawanan konflik.
Sebagai negara maritim menurut Adisasmita
(2013) kegiatan pembangunan yang dilakukan di masyarakat pesisir dan perairan
yang terletak di hadapannya. Kepulauan dihubungkan dengan kegiatan pembangunan
didaratan pulau dan keterkaitannya dengan pulau-pulau lain. Menurut Raharjo
Adisasmita(2013:6) konsep pembangunan yang lebih tepat diterapkan untuk Indonesia
sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang sangat luas adalah konsep
pembangunan ekonomi kepulauan. Pengalaman selama ini, pembangunan ekonomi di Indonesia
masih diarahkan dan ditekankan pada pembangunan didaratan, padahal harus
ditekankan dan diorientasikan kearah daratan dan lautan secara bersama-sama. Pembangunan
kearah daratan dan kearah lautan harus dilaksanakan secara serentak dan
serempak.
Ini konsekuensi ideology pembangunan menurut
Hanif(2008:42) dengan jargon ekonomi sebagai panglima kemudian direproduksi
sedemikian massif. Akhirnya jargon Developmentalisme
menjadi suatu ideology yang kuat
dalam membangun oleh rezim orde baru, sehingga yang terkena dampaknya adalah
pembangunan di wilayah kepulauan disamakan dengan wilayah daratan. Apalagi Midgley(2005:5)
mengatakan pembangunan ekonomi di beberapa bagian negara seringkali belum
diiringi dengan hadirnya kemajuan sosial. Fenomena ini sering disebut dengan “pembangunan yang terdistorsi”. Pembangunan
terdistorsi ini terjadi pada masyarakat dimana pembangunan ekonomi tidak
sejalan dengan pembangunan sosial. Artinya pembangunan ekonomi dimasyarakat
kepulauan dengan jargon developmentalisme
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sering kali tidak disertai dengan
kemajuan sosial. Bahkan sering kali terlihat pertumbuhan ekonomi dimasyarakat
kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, sangat rendah dibandingkan dengan
daerah yang tidak kaya sumber daya alamnya.
Apalagi kalau kita melihat pembangunan
dimasyarakat perbatasan yang dibatasi oleh laut, dalam percepatan pembangunan
(Harmen,2015:31) mengatakan pengembangan wilayah perbatasan dapat dilakukan
melalui tiga pendekatan, yaitu kesejahteraan (peningkatan kesejahteraan dan
ketahanan), keamanan (menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI melalui pertahanan
dan pengamanan territorial wilayah perbatasan) serta environment (berwawasan
lingkungan sekaligus berkelanjutan). Masalahnya harus diakui selama ini yang
harus bergerak barulah pendekatan pertahanan territorial. Sementara pertahanan
fungsional pemberdayaan ekonomi dan pendekatan sosial budaya baru sebatas ide
dan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Sebagian
besar wilayah perbatasan di pesisir (Adisasmita:2013) kurang berkembang, karena
kurang diberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan pada masa lalu. Dalam hal
ini peranan pemerintah harus tampil proaktif
dalam meningkatkan pembangunan wilayah pesisir, terutama dalam
penyediaan prasarana, peningkatan kemampuan dan ketrampilan sumberdaya ,
penyediaan berbagai fasilitas pelayanan ekonomi dan sosial yang berdampak pada
peningkatan nilai produksi local dan perluasan lapangan kerja dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di perbatasan. Disamping peran
pemerintah dalam menyediakan insfrastruktur sosial dan fisik, perlu juga
dilakukan pengembangan masyarakat diwilayah pesisir perbatasan. Menurut Nasdian
(2014:v) pengembangan masyarakat merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang
diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi
masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kultural serta untuk
mensinergikan gerakan untuk kemajuan dan kemakmuran dimasyarakt. Sebagai suatu
metode atau pendekatan, pengembangan masyarakat diwilayah perbatasan pesisir
menekankan adanya proses pemberdayaan, partisipasi, dan peranan langsung warga
komunitas dalam proses pembangunan di tingkat komunitas dan antar komunitas.
Apalagi adanya kewenangan
pemerintah daerah lewat desentralisasi, daerah-daerah dengan wilayah perbatasan
menurut Adisasmita(2013:146-147)diberikan kewenangan mengelola dan mengatur
daerahnya termasuk pemanfaatan sumberdaya kelautan. Sehingga dengan semangat
desentralisasi didaerah pesisir perbatasan harus mendorong terwujudnya
sumberdaya kelautan berbasis masyarakat local.
REFERENSI
1.
Adisasmita,
2013. Pembangunan ekonomi maritime.Yogyakarta: Graha Ilmu.
2.
Rohmad,2016.
Sosiologi Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Ombak
3.
Batubara,
2015. Wilayah Perbatasan Tertinggal dan Ditelantarkan. Yogyakarta: penerbit
Sunrise
4.
Nasdian,
2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
5.
Hanif.
2008. Mengembalikan Daulat Warga Pesisir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
No comments:
Post a Comment