Wednesday 11 January 2017

Membangun daerah Pesisir Perbatasan Oleh: Suyito Staff Pengajar di Stisipol Raja Haji



Indonesia adalah sebagai negara maritime yang sudah terkenal di dunia Internasional serta sebagaian besar penduduk yang tinggal di pesisir adalah nelayan tradisional, dan sebagian besar mereka tergolong miskin (Usman:2007). Kusnadi dalam Usman (2007: 1) dalam bukunya “konflik sosial nelayan, mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara maritime yang memiliki pantai terpanjang di dunia yaitu 81.000 km garis pantai. Dari sekitar 67.439 desa di Indonesia, sekitar 9.261 desa termasuk desa pesisir dan sebagian besar adalah kantong-kantong kemiskinan structural fungsional yang potensial terhadap kerawanan konflik.
 Sebagai negara maritim menurut Adisasmita (2013) kegiatan pembangunan yang dilakukan di masyarakat pesisir dan perairan yang terletak di hadapannya. Kepulauan dihubungkan dengan kegiatan pembangunan didaratan pulau dan keterkaitannya dengan pulau-pulau lain. Menurut Raharjo Adisasmita(2013:6) konsep pembangunan yang lebih tepat diterapkan untuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang sangat luas adalah konsep pembangunan ekonomi kepulauan. Pengalaman selama ini, pembangunan ekonomi di Indonesia masih diarahkan dan ditekankan pada pembangunan didaratan, padahal harus ditekankan dan diorientasikan kearah daratan dan lautan secara bersama-sama. Pembangunan kearah daratan dan kearah lautan harus dilaksanakan secara serentak dan serempak.
 Ini konsekuensi ideology pembangunan menurut Hanif(2008:42) dengan jargon ekonomi sebagai panglima kemudian direproduksi sedemikian massif. Akhirnya jargon Developmentalisme  menjadi suatu ideology yang kuat dalam membangun oleh rezim orde baru, sehingga yang terkena dampaknya adalah pembangunan di wilayah kepulauan disamakan dengan wilayah daratan. Apalagi Midgley(2005:5) mengatakan pembangunan ekonomi di beberapa bagian negara seringkali belum diiringi dengan hadirnya kemajuan sosial. Fenomena ini sering disebut dengan “pembangunan yang terdistorsi”. Pembangunan terdistorsi ini terjadi pada masyarakat dimana pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Artinya pembangunan ekonomi dimasyarakat kepulauan dengan jargon developmentalisme untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sering kali tidak disertai dengan kemajuan sosial. Bahkan sering kali terlihat pertumbuhan ekonomi dimasyarakat kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, sangat rendah dibandingkan dengan daerah yang tidak kaya sumber daya alamnya.
          Apalagi kalau kita melihat pembangunan dimasyarakat perbatasan yang dibatasi oleh laut, dalam percepatan pembangunan (Harmen,2015:31) mengatakan pengembangan wilayah perbatasan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu kesejahteraan (peningkatan kesejahteraan dan ketahanan), keamanan (menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI melalui pertahanan dan pengamanan territorial wilayah perbatasan) serta environment (berwawasan lingkungan sekaligus berkelanjutan). Masalahnya harus diakui selama ini yang harus bergerak barulah pendekatan pertahanan territorial. Sementara pertahanan fungsional pemberdayaan ekonomi dan pendekatan sosial budaya baru sebatas ide dan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Sebagian besar wilayah perbatasan di pesisir (Adisasmita:2013) kurang berkembang, karena kurang diberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan pada masa lalu. Dalam hal ini peranan pemerintah harus tampil proaktif  dalam meningkatkan pembangunan wilayah pesisir, terutama dalam penyediaan prasarana, peningkatan kemampuan dan ketrampilan sumberdaya , penyediaan berbagai fasilitas pelayanan ekonomi dan sosial yang berdampak pada peningkatan nilai produksi local dan perluasan lapangan kerja dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di perbatasan. Disamping peran pemerintah dalam menyediakan insfrastruktur sosial dan fisik, perlu juga dilakukan pengembangan masyarakat diwilayah pesisir perbatasan. Menurut Nasdian (2014:v) pengembangan masyarakat merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kultural serta untuk mensinergikan gerakan untuk kemajuan dan kemakmuran dimasyarakt. Sebagai suatu metode atau pendekatan, pengembangan masyarakat diwilayah perbatasan pesisir menekankan adanya proses pemberdayaan, partisipasi, dan peranan langsung warga komunitas dalam proses pembangunan di tingkat komunitas dan antar komunitas.
                   Apalagi adanya kewenangan pemerintah daerah lewat desentralisasi, daerah-daerah dengan wilayah perbatasan menurut Adisasmita(2013:146-147)diberikan kewenangan mengelola dan mengatur daerahnya termasuk pemanfaatan sumberdaya kelautan. Sehingga dengan semangat desentralisasi didaerah pesisir perbatasan harus mendorong terwujudnya sumberdaya kelautan berbasis masyarakat local.







REFERENSI
1.     Adisasmita, 2013. Pembangunan ekonomi maritime.Yogyakarta: Graha Ilmu.
2.     Rohmad,2016. Sosiologi Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Ombak
3.     Batubara, 2015. Wilayah Perbatasan Tertinggal dan Ditelantarkan. Yogyakarta: penerbit Sunrise
4.     Nasdian, 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
5.     Hanif. 2008. Mengembalikan Daulat Warga Pesisir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

No comments:

Post a Comment