Wednesday 11 January 2017

Melamar Demokrasi tetapi tidak menikahi-NYA {kasus demokrasi local) Oleh : Suyito Staff Pengajar Stisipol Raja Haji Tanjungpinang



ada ragam warna dalam politik local di indonesia. masing-masing warna bergantung pada zamannya. Di era reformasi, warna pokok dari politik local adalah demokratisasi ditingkat local. Karenanya, proses politik local semestinya memperteguh arah dialektika politik local yang baru: bahwa politik local-yang sebelumnya harus sebangun dengan politik nasional – kini memiliki dimensinya sendiri, bersifat local dan distingtif, baik pada sisi actor, institusi, maupun budaya yang ada didalamnya (Darwis, 2015:xiii).
Kajian dinamika politik local menurut Suwondo(2005:v) merupakan salah satu perhatian utama. Pilihan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kajian dinamika politik local masih relative kurang, terlebih lagi bila diingat bahwa kelokalan mengandung keanekaragaman yang sangat besar. Kecenderungan dimasa lalu untuk melihat dinamika politik local sekedar sebagai bagian dari dinamika politik pada aras nasional perlu segera ditinggalkan. Perkembangan politik  di Indonesia pada akhir-akhir ini Nampak sangat memikat untuk terus-menerus dibincangkan. Menurut Suwondo(2005:xxi-xxii) sejumlah pengamat, pakar politik, dan negarawan hampir setiap hari muncul di media massa (terutama TV). Masyarakat memperoleh banyak pemahaman tentang politik nasional di Indonesia. namun sebagian juga menjadi bingung dan muak.semua permasalahan politik selalu dikaitkan dengan perubahan kekuasaan di aras pusat, namun yang kemudian muncul adalah kerusuhan massal. Permasalahan menjadi tidak jelas karena hanya sedikit pengamat, pakar politik, dan negarawan yang menaruh perhatian pada permasalahan politik di aras local, yang sebenarnya juga berada pada posisi yang runyam.
Tahapan konsolidasi demokrasi pada aras nasional juga belum menuju kearah substansialisme tetapi baru melamar demokrasi. Apalagi pada level politik local di daerah, juga demikian adanya sesungguhnya baru tahapan melamar demokrasi, dan belum pada tahapan menikahi demokrasi. Lokalitas politik demokrasi didaerah belum sampai pada etape konsolidasi demokrasi, seperti pendapat Anas Urbaningrum (2004:xiii)lokalitas dan segenap kreatifitasnya yang muncul belum sampai pada tahapan-tahapan yang senafas dengan ajaran-ajaran pokok demokrasi. Sekarang ini Indonesia masih setia pada masa transisi demokrasi, apalagi dalam bingkai demokrasi local didaerah. secara sosiologis bisa dilihat dalam fakta setiap kali melakukan pemilukada, kualitas demokrasi selalu menjadi perdebatan, sehingga studi tentang pemilu dan demokrasi menjadi sangatlah penting. Baik dalam pilihan legislative atau wakil rakyat maupun pemilihan kepala daerah.

           

No comments:

Post a Comment