Tuesday 29 November 2016

KAMPANYE OLEH: Suyito,M.Si



Lorong kebisingan setiap adanya pilkada selalu selalu menjadi panggung politik yang sangat ramai dan menjadi tontonan menarik bagi masyarakat. penuh intrik, propaganda dan agitasi politik, saling serang antar loyalis masing kandidat baik di media massa maupun dimedia sosial yang luar biasa cepatnya. Dramatisasi gagasan menjadi panggung depan politik para actor-aktor politik yang selalu melakukan pencitraan politik demi merebut suara masyarakat. kemudian yang tak kalah hebatnya adalah para actor tersebut berani melakukan kampanye dengan janji-janji bombastis kepada masyarakat, tanpa berpikir setelah terpilih nanti, apakah akan bisa mewujudkan kenyataannya. Mirip drama dengan banyak lakon yang dimainkan, pergi kepasar-pasar melakukan simulasi politik dengan menyapa para pedagang-pedagang yang ada dipasar, kemudian turun kedaerah-daerah kumuh, demi untuk meyakinkan audiens tentang keseriusannya apabila terpilih nanti.
          Hakekat dari kampanye adalah bagaimana para actor memainkan komunikasi politiknya pada audiens dipanggung depan, agar khalayak bisa dipengaruhi dan persepsi public dibatasi dengan janji-janji politik yang merupakan efek citra dari kuasa tersebut. Dalam kontek pilkada tentu saja pesan dalam kampanye harus bisa disampaikan dengan jelas dan bisa menyentuh lapisan paling bawah masyarakat, kalau ingin dipilih oleh kalangan masyarakat bawah. Membangun isu-isu politik dengan keberpihakan terhadap masyarakat kecil merupakan pesan politik yang harus dikonstruksi didalam media juga. Kemudian pesan juga harus dikontruksi kepada kelompok politik yang lain, yang punya kepentingan terhadap pilkada ini, misalnya kelompok pengusaha, mahasiswa, seni dan lain sebagainya.
          Membangun persepsi masyarakat dengan dibatasi oleh beragam media adalah salah satu bentuk kampanye juga, tetapi selain itu dibutuhkan track record yang nyata dalam aksi-aksi dalam pembelaan terhadap public, dengan dibuktikan pada dimensi-dimensi sejarah yang tidak menyakiti public sebelumnya, sehingga tidak membuat masyarakat bimbang untuk memilih selanjutnya. Tetapi posisi actor atau para calon gubernur juga harus bisa melakukan realisasi yang nyata terhadap program-program dan proyeksi yang akan dibuatnya jika terpilih nantinya, paling tidak bisa mengungguli calon petahana yang memang pernah melakukan kerja politik. Membangun image kepemimpinan dengan tidak arogan, santun, tidak emosional juga harus bisa ditunjukkan kepada khalayk public, sehingga membuat masyarakat nyaman dengan sepak terjangnya jika terpilih nanti.
          Selanjutnya setiap pasangan kandidat harus membangun kelebihan-kelebihannya dan kualitas pribadinya agar bisa meyakinkan kepada khalayak public. tetapi secara sosiologi komunikasi juga harus bisa memahami kondisi struktur masyarakatnya, artinya siapa segmen pemilihnya, jangan sampai salah menempatkan diri sebagai calon pemimpin. Karena kalau tidak memahami konsumen politiknya tentu saja pasti akan tidak sampai pesan-pesan politik tersebut.
          Kampanye yang berkualitas tidak hanya mengandalkan retorika yang bombastis dan charisma yang dibuat-dibuat oleh media massa, tetapi setiap kandidat harus punya kompetensi dan kemampuan dalam problem solving yang dihadapi oleh masyarakat. karena sering kita lihat para kandidat hanya bisa beretorika dan karisma seorang pemimpin, tetapi sangat miskin dalam pengalamannya menyelesaikan persoalan-persoalan dimasyarakat.
          Akhirnya kampanye harus semakin berkualitas yang dilakukan oleh para kandidat, dengan menyentuh pada persoalan-persoalan substansial dimasyarakat, agar bisa memenangkan pertarungan dalam demokrasi electoral nantinya. Semoga..

No comments:

Post a Comment