Secara
sosiologis pelaku bom bunuh diri, merupakan perilaku sadis dan tidak
berperikemanusiaan, secara universal agama didunia tidak akan membenarkan
perilaku bunuh diri, dan diarahkan kepada orang lain. Perilaku bom bunuh diri
secara teoritis dalam weberian, merupakan tindakan sosial seseorang tanpa
berpikir secara rasionalitas. Tindakan sosial tradisional merupakan tindakan
memarginalkan cara berpikir common sense. Tindakan seseorang melakukan bom
bunuh diri juga dipicu oleh tindakan sosial bernilai dalam kelompok tersebut.
Kelompok-kelompok pengusung kebenaran selalu menjadikan doktrin-doktrin nilai
kebenaran dipaksakan kepada orang lain. Menurut Durkheim dalam karyanya
yaitu suicide atau bunuh diri,
menyebutkan bahwa itu termasuk dalam kategori bunuh diri Altruistik. Karena secara
sosial memang dikecam oleh masyarakat karena bertentangan dengan perilaku
kemanusiaan, tetapi secara kelompok pelaku bunuh diri tersebut dianggap
pahlawan. Karena sudah menjalankan doktrin kelompok dengan dalih untuk merubah
system rusak saat ini. Propaganda dan agitasi dalam kelompok selalu menjadi
doktrin wajib bagi individu-individu tentang kebenaran semu tersebut. Walaupun
motif bom bunuh diri selalu relative dilakukan oleh orang-orang. Bisa saja
karena doktrin kebenaran kelompok, karena putus asa atau fatalistis terhadap
kondisi Negara. Sebab menurut Durkheim bunuh diri juga dikarenakan sikap
individualistis, karena budaya kota sangat jauh dari nilai-nilai sosial.
Sehingga ada masalah sedikit, solusi dan jalan terakhir adalah bunuh diri.
Kemudian
kalau dilihat secara fungsi manifest dan fungsi laten bom bunuh diri ini
cenderung selalu ada motif terselubung menjadi penyebab dari aktivitas
tersebut. Fungsi manifest dari bom bunuh diri bisa saja karena propaganda dan
agitasi untuk menegakkan suatu kebenaran diranah public, akibat system sekarang
jauh dari harapan kelompok kebenaran tersebut. Tetapi fungsi laten cenderung
untuk memberikan sinyal atau symbol kepada penguasa, bahwa kelompok mereka
eksis buat terror atas namakan agama tertentu.
Tatanan sosial menjadi kacau akibat perilaku bom bunuh diri, karena
persepsi dan respon sosial menjadi
ketakutan akibat sering membawa korban, tidak saja pelaku tetapi orang-orang
tidak bersalah juga menjadi korban. Jangan sampai bom bunuh diri menjadi
kebiasaan di tatanan sosial, kita semua harus mengutuk perbuatan tersebut
karena termasuk anti sosial dan tidak berperikemanusiaan. Peradaban manusia
akan hancur lebur jika perilaku bom bunuh diri dibiarkan, harus dibuat system
keamanan ketat dari institusi penegak hukum, jangan sampai ada celah untuk para
terror membuat kekacauan di tatanan sosial kehidupan kita. Jangan sampai bom
bunuh diri menjadi alternative fungsional dari orang-orang pengusung kebenaran
hanya dalam doktrin kelompok. Sebab secara system sosial bunuh diri juga
merusak integrasi dan solidaritas pada tatanan sosial. Menurut Merton dalam
system sosial, bom bunuh diri fungsional pada kelompok mereka, tetapi
disfungsional bagi tatanan sosial. Sehingga kontribusi positif terhadap system
sosial menjadi minus, tetapi merusak system sosial sudah pasti.
Perilaku
bom bunuh diri sangat tidak menghargai peran-peran lain dalam diri sendiri.
Sebab selain sebagai anggota sebuah kelompok, mereka juga punya tanggung jawab
sebagai anggota didalam komunitas sosial. Kemudian sebagai suami harus juga
bertanggungjawab terhadap kehidupan keluarga mereka. Tetapi propaganda dan
agitasi menyesatkan selalu didoktrin pada mereka sehingga mengkaburkan
kesadaran tersebut. Dalam analisis fungsional Merton, perilaku menyimpang
tersebut juga diakibatkan karena keberadaan struktur sosial saat ini tidak bisa
diharapkan memenuhi tujuan mereka. Akhirnya perilaku deviatif bunuh diri muncul
sebagai alternative untuk memenuhi tujuan kelompok mereka. Kemudian melihat
kondisi kekinian didalam system sosial hari ini selalu menggunakan kaca mata
kelompok tersebut. Sehingga kondisi sekarang sangat zalim dan perlu dirubah,
akibat tidak bisa melihat kondisi hari ini dengan persfektif atau keilmuan
lain. Ini bisa dilihat di zaman abul maududi dipakistan, saat pemberlakuan
hokum potong tangan bagi sang pencuri, bukan memberikan efek jera, tetapi
semakin terjadi pencurian tersebut. Akibat akar kemiskinan tidak dipotong,
sehingga membuat tatanan sosial menjadi rusak dibuatnya.
System
sosial harus bisa memainkan peranan, terutama lembaga-lembaga penegak hokum
untuk bisa menjaga equilibrium. Institusi penegak hokum harus mempersempit
ruang gerak kelompok-kelompok mengatasnamakan kebenaran untuk melancarkan aksi mereka.
Bagi aparat hokum, jangan lagi lengah dan lalai dalam menangkal aksi-aksi tidak
bertanggungjawab ini. Peran pimpinan agama harus juga memberikan himbauan bahwa
aksi bom bunuh diri tidak dibenarkan secara nilai-nilai religious. Sosialisasi
terhadap nilai-nilai agama moderat untuk selalu mengajarkan toleransi terhadap
pemeluk agama lain sangat diperlukan. Sosialisasi tersebut dimulai dari
keluarga, lingkungan sosial masyarakat, sekolah, media massa, kelompok teman
sebaya dan lain-lain. Agar terlembagakan kebiasaan toleransi terhadap kelompok
lain. Kebiasaan tersebut mejadikan manusia menjadi mahluk sosial dan tanggung
jawab sosial bisa terlembagakan. Tanggungjawab sosial didalam tatanan kehidupan
hari ini mulai berbeser akibat jauh dari semangat nilai dan norma kebersamaan.
Sehingga individualistis menjadi budaya hari ini, wajar saja tanggunjawab
sosial semakin miskin dari kehidupan ini. Secara internalisasi mesti di
rekontruksi sosial tanggungjawab sosial biar menjadi darah daging setiap
individu dalam system sosial dan budaya saat ini. Karena menurut Prof. Safi’i
Maarif, karena umat islam merupakan mayoritas di negeri ini, maka harus berani
menunjukkan semangat kebersamaan dengan toleransi antar sesame pemeluk agama,
kalau gagal berarti kita umat mayoritas tidak bisa mempengaruhi perjalanan
bangsa ini.
Bagus dan bernalar bang...nak shate je WA group macam mane care y
ReplyDelete