Saturday 19 November 2016

BOM BUNUH DIRI Oleh: Suyito,S.Sos, M.Si .



Secara sosiologis pelaku bom bunuh diri, merupakan perilaku sadis dan tidak berperikemanusiaan, secara universal agama didunia tidak akan membenarkan perilaku bunuh diri, dan diarahkan kepada orang lain. Perilaku bom bunuh diri secara teoritis dalam weberian, merupakan tindakan sosial seseorang tanpa berpikir secara rasionalitas. Tindakan sosial tradisional merupakan tindakan memarginalkan cara berpikir common sense. Tindakan seseorang melakukan bom bunuh diri juga dipicu oleh tindakan sosial bernilai dalam kelompok tersebut. Kelompok-kelompok pengusung kebenaran selalu menjadikan doktrin-doktrin nilai kebenaran dipaksakan kepada orang lain. Menurut Durkheim dalam karyanya yaitu suicide atau bunuh diri, menyebutkan bahwa itu termasuk dalam kategori bunuh diri Altruistik. Karena secara sosial memang dikecam oleh masyarakat karena bertentangan dengan perilaku kemanusiaan, tetapi secara kelompok pelaku bunuh diri tersebut dianggap pahlawan. Karena sudah menjalankan doktrin kelompok dengan dalih untuk merubah system rusak saat ini. Propaganda dan agitasi dalam kelompok selalu menjadi doktrin wajib bagi individu-individu tentang kebenaran semu tersebut. Walaupun motif bom bunuh diri selalu relative dilakukan oleh orang-orang. Bisa saja karena doktrin kebenaran kelompok, karena putus asa atau fatalistis terhadap kondisi Negara. Sebab menurut Durkheim bunuh diri juga dikarenakan sikap individualistis, karena budaya kota sangat jauh dari nilai-nilai sosial. Sehingga ada masalah sedikit, solusi dan jalan terakhir adalah bunuh diri.
Kemudian kalau dilihat secara fungsi manifest dan fungsi laten bom bunuh diri ini cenderung selalu ada motif terselubung menjadi penyebab dari aktivitas tersebut. Fungsi manifest dari bom bunuh diri bisa saja karena propaganda dan agitasi untuk menegakkan suatu kebenaran diranah public, akibat system sekarang jauh dari harapan kelompok kebenaran tersebut. Tetapi fungsi laten cenderung untuk memberikan sinyal atau symbol kepada penguasa, bahwa kelompok mereka eksis buat terror atas namakan agama tertentu.  Tatanan sosial menjadi kacau akibat perilaku bom bunuh diri, karena persepsi  dan respon sosial menjadi ketakutan akibat sering membawa korban, tidak saja pelaku tetapi orang-orang tidak bersalah juga menjadi korban. Jangan sampai bom bunuh diri menjadi kebiasaan di tatanan sosial, kita semua harus mengutuk perbuatan tersebut karena termasuk anti sosial dan tidak berperikemanusiaan. Peradaban manusia akan hancur lebur jika perilaku bom bunuh diri dibiarkan, harus dibuat system keamanan ketat dari institusi penegak hukum, jangan sampai ada celah untuk para terror membuat kekacauan di tatanan sosial kehidupan kita. Jangan sampai bom bunuh diri menjadi alternative fungsional dari orang-orang pengusung kebenaran hanya dalam doktrin kelompok. Sebab secara system sosial bunuh diri juga merusak integrasi dan solidaritas pada tatanan sosial. Menurut Merton dalam system sosial, bom bunuh diri fungsional pada kelompok mereka, tetapi disfungsional bagi tatanan sosial. Sehingga kontribusi positif terhadap system sosial menjadi minus, tetapi merusak system sosial sudah pasti.
Perilaku bom bunuh diri sangat tidak menghargai peran-peran lain dalam diri sendiri. Sebab selain sebagai anggota sebuah kelompok, mereka juga punya tanggung jawab sebagai anggota didalam komunitas sosial. Kemudian sebagai suami harus juga bertanggungjawab terhadap kehidupan keluarga mereka. Tetapi propaganda dan agitasi menyesatkan selalu didoktrin pada mereka sehingga mengkaburkan kesadaran tersebut. Dalam analisis fungsional Merton, perilaku menyimpang tersebut juga diakibatkan karena keberadaan struktur sosial saat ini tidak bisa diharapkan memenuhi tujuan mereka. Akhirnya perilaku deviatif bunuh diri muncul sebagai alternative untuk memenuhi tujuan kelompok mereka. Kemudian melihat kondisi kekinian didalam system sosial hari ini selalu menggunakan kaca mata kelompok tersebut. Sehingga kondisi sekarang sangat zalim dan perlu dirubah, akibat tidak bisa melihat kondisi hari ini dengan persfektif atau keilmuan lain. Ini bisa dilihat di zaman abul maududi dipakistan, saat pemberlakuan hokum potong tangan bagi sang pencuri, bukan memberikan efek jera, tetapi semakin terjadi pencurian tersebut. Akibat akar kemiskinan tidak dipotong, sehingga membuat tatanan sosial menjadi rusak dibuatnya.
System sosial harus bisa memainkan peranan, terutama lembaga-lembaga penegak hokum untuk bisa menjaga equilibrium. Institusi penegak hokum harus mempersempit ruang gerak kelompok-kelompok mengatasnamakan kebenaran untuk melancarkan aksi mereka. Bagi aparat hokum, jangan lagi lengah dan lalai dalam menangkal aksi-aksi tidak bertanggungjawab ini. Peran pimpinan agama harus juga memberikan himbauan bahwa aksi bom bunuh diri tidak dibenarkan secara nilai-nilai religious. Sosialisasi terhadap nilai-nilai agama moderat untuk selalu mengajarkan toleransi terhadap pemeluk agama lain sangat diperlukan. Sosialisasi tersebut dimulai dari keluarga, lingkungan sosial masyarakat, sekolah, media massa, kelompok teman sebaya dan lain-lain. Agar terlembagakan kebiasaan toleransi terhadap kelompok lain. Kebiasaan tersebut mejadikan manusia menjadi mahluk sosial dan tanggung jawab sosial bisa terlembagakan. Tanggungjawab sosial didalam tatanan kehidupan hari ini mulai berbeser akibat jauh dari semangat nilai dan norma kebersamaan. Sehingga individualistis menjadi budaya hari ini, wajar saja tanggunjawab sosial semakin miskin dari kehidupan ini. Secara internalisasi mesti di rekontruksi sosial tanggungjawab sosial biar menjadi darah daging setiap individu dalam system sosial dan budaya saat ini. Karena menurut Prof. Safi’i Maarif, karena umat islam merupakan mayoritas di negeri ini, maka harus berani menunjukkan semangat kebersamaan dengan toleransi antar sesame pemeluk agama, kalau gagal berarti kita umat mayoritas tidak bisa mempengaruhi perjalanan bangsa ini.
             

1 comment:

  1. Bagus dan bernalar bang...nak shate je WA group macam mane care y

    ReplyDelete