Sunday 23 October 2016

Kampanye politik versus Kampanye pemilu. Oleh : Suyito, M.Si Dosen Sosiologi Politik Stisipol Raja Haji Tanjungpinang



Dimasyarakat sering kita dengar diranah public calon penguasa atau calon anggota dewan atau wakil rakyat duduk dengan orang-orang dikampung-kampung. Bisa juga duduk dikedai kopi untuk bisa bertemu dengan para konstituennya. Pemberian kartu nama oleh calon wakil rakyat dan calon penguasa, baik dilakukan oleh tim suksesnya diwilayah public tanpa ada sekat sosial sering terjadi. Apalagi kedai kopi didaerah saat ini menjadi sebuah cerita yang mempunyai makna. Propaganda dan agitasi yang dilakukan oleh para kelompok-kelompok pendukung calon wakil rakyat atau calon kepala daerah melakukan kampanye politik secara terselubung. Guna untuk meningkatkan akseptabilitas dan elektabilitas calon penguasa tersebut. Calon pemimpin didaerah sering terjun kemasyarakat, misalnya saat ada kematian dilingkungan kampong-kampung calon pemimpin datang untuk memberikan ucapan duka cita dan memberikan bantuan terhadap keluarga yang ditinggalkannya.
 Kampanye politik dilakukan dimana saja, baik oleh petahana modus politiknya akan maju kembali mempertahankan status quo kekuasaannya, maupun oleh calon baru yang akan maju dikontestasi pilkada. Modus-modus politik yang dilakukan bisa saja dengan memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat, agar dianggap baik, sehingga secara politik bisa dikatakan kampanye politik juga. Memang agak sulit kita membedakan, karena petahana selalu bersembunyi dibalik program-program pemerintah untuk kemasyarakat. Sehingga sering kita lihat dalam retorika memberikan kata sambutan, terselip komunikasi politik yang didalamnya memberikan informasi terhadap kemajuan daerah saat memimpin. Padahal itu merupakan bentuk kampanye politik dilakukan secara diam-diam. Memang masa kampanye pemilu belum dimulai, tetapi petahana sudah melakukan propaganda politik dimasyarakat. Jadi kampanye politik sering dilakukan oleh orang-orang, baik yang disadarinya maupun tidak disadarinya. Karena tujuan dari kampanye politik adalah berusaha mempengaruhi orang lain dengan proses komunikasi politik sehingga masyarakat menerima ideology dan program kerja dari calon penguasa atau partai politik teretentu. Aktivitas para kampanye politik ditujukan oleh calon penguasa atau para petahana yang modus politiknya mau maju kembali, biasanya menyebar atau memberikan informasi kepada khalayak ramai agar bisa meningkatkan akseptabilitas atau penerimaan dimasyarakat. Jadi kampanye politik dilakukan tanpa ada waktu yang membatasainya, secara jangka panjang dan terus-menerus.
 Tetapi kalau kampanye politik dibangun saat waktu yang sangat sempit justru tidak akan memberikan efek tertentu. Kemudian kampanye secara tiba-tiba dimasyarakat juga akan membuat kepercayaan masyarakat belum maksimal, akibat tidak bisa melakukan dialog dengan masyarakat dan menyerap aspirasi masyarakat. Disitulah sering kita lihat variable uang menjadi cukup dominan dalam memenangkan calon penguasa untuk memenangkan pertarungan di kontestasi pilkada serentak. Sebab kampanye politik tidak dilakukan secara lama, akhirnya tidak bisa memberikan solusi kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi didalam kehidupan sosial. Itulah sisi kelemahan kampanye politik yang dilakukan hanya secara kebetulan dan tidak memberikan pendidikan politik yang merata dikalangan sosial. Kemudian bisa memunculkan stereotip dan prasangka dikalangan masyarakat, bahwa kampanye politik yang sifatnya temporer itu hanya untuk mewuudkan syahwat politik calon tersebut. Tetapi miskin perbuatan didalam tatanan sosial. Jualan-jualan symbol-simbol politik beserta visi-misi juga tidak akan membius masyarakat, untuk itulah perlu dilakukan secara lama dan jangka panjang sifatnya, agar bisa menembus lapisan masyarakat paling bawah. Seorang calon politisi atau penguasa didaerah harus bisa memberikan warna yang berbeda kalau mau dipilih oleh masyarakat. Jargon-jargon politik masa lalu seharusnya segera dibuang, karena hanya akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon-calon tersebut. Kampanye politik seharusnya dibungkus dengan cara-cara yang lebih sederhana konkrite dan disesuaikan dengan isyu didaerah. isyu didaerah terutama masalah atau problematic tentu harus diberikan solusi kritis dan itu memberikan ingatan kepada public, bahwa seorang calon telah berbuat untuk masyarakat. Sehingga simpati masyarakat timbul saat calon politisi dan penguasa tersebut melakukan kampanye politik. Retorika politik dibangun berhasil apabila kita bisa siasati dengan pengalaman dalam bidang ekonomi, terutama memberikan terobosan produktif dimasyarakat dan berhasil mengangkat perekonomian didaerah.
Berbeda dengan kampanye pemilu yang sudah disesuaikan dengan aturan secara periodic dan sudah terencana dengan manajemen pemilu didaerah. semuanya terpogram dengan cukup baik, walaupun tetap ada kekurangan disana sini. Kemudian kampanye pemilu juga harus tegas dan tidak diskriminatif terhadap para petahana yang mau maju dalam pilkada serentak. Semua harus mengikuti aturan main yang sudah disyahkan. Tidak ada pemberian istimewa kepada calon petahana untuk maju, semuanya sama. Semua harus mengikuti tahapan-tahapan pemilu yang sudah disepakati dalam pleno lembaga penyelenggara pemilu. Partai politik pengusung harus tertib dan mengendalikan simpatisan calon pemimpinnya jangan sampai merusak bangunan-bangunan milik public saat berkampanye. Kemudian calon petahana harus mengundurkan diri saat ingin berkuasa kembali, dan semua fasilitas milik pemerintah harus dikembalikan. Itu merupakan aturan yang berlaku untuk semua petahan saat mencalonkan kembali menjadi pemimpin didaerah. disitulah perbedaan yang kita lihat antara kampanye politik dan kampanye pemilu. Kampanye politik dilakukan dengan cukup lama dengan waktu yang cukup panjang, sedangkan kampanye pemilu dilakukan singkat dengan tahapan-tahapan yang sudah disepakati semua stakeholder saat pleno lembaga penyelenggara pemilu.

No comments:

Post a Comment