Nasib
daerah perbatasan masih menjadi cerita dimana-mana, ternyata membangun daerah
perbatasan tidaklah mudah seperti yang kita harapkan. Padahal konsep
pembangunan biasanya selalu menata yang didepan terlebih dahulu, bukan yang dibelakang.
Inilah kelirunya pembangunan didaerah perbatasan, apalagi tidak menjadikan
budaya dan kearifan local masyarakat sebagai dasar dalam membangun pondasi
perbatasan. Kita selalu melihat pembangunan didaerah perbatasan selalu dihiasi
dengan pembangunan fisik dan ekonomi yang sangat dominan, tetapi melupakan
relasi sosial atau modal sosial yang menjadi perekat yang cukup lama dimasyarakat
perbatasan. Tidak ada salahnya juga yang dilakukan oleh pemerintah dengan
pembangunan fisik dan pembangunan ekonomi, tetapi akan sampai kapan masyarakat
perbatasan menjadi ketergantungan terhadap pembangunan itu, memberikan
kemandirian masyarakat menjadi suatu keharusan diperbatasan agar pola kebiasaan
dikehidupan mereka ditingkatkan dengan strategi pemberdayaan masyarakat
berbasis local naratif.
Tentu saja strategi dimasyarakat
perbatasan tidak sama dimasyarakat perkotaan. Masyarakat perbatasan yang kaya
akan budaya dan berbagai macam norma-norma sosial yang melekat tidak bisa
dimarginalkan dan digantikan dengan program-program yang menjadikan masyarakat
perbatasan menjadi asing didaerahnya sendiri. Ini mestinya tetap dipikirkan
oleh pemimpin didaerah perbatasan, karena pemimpin didaerah tidak saja ada dan
eksistensi tetapi juga selalu hadir dengan program-program kesejahteraan masyarakat
perbatasan dengan tetap memperhatikan pola-pola ekonomi yang sudah lama
berkembang dimasyarakat. secara sosiologis banyak sekali yang bisa dianalisa
tentang masyarakat perbatasan. Bisa dimulai dengan bagaimana keluarga
dimasyarakat perbatasan, politik masyarakat perbatasan, ekonomi masyarakat
perbatasan, gender dimasyarakat perbatasan, stratifikasi dimasyarakat
perbatasan, modal sosial dimasyarakat perbatasan, hukum dimasyarakat perbatasan
dan lain-lain.
Berbicara tentang perbatasan didaerah
tentu saja kita bisa melihat kondisi yang dibatasi dengan lautan dan daratan
dengan negara tetangga. Kemudian kalau kita lihat daerah perbatasan ada yang
mempunyai potensi keunggulan seperti
Sumber Daya Alam yang melimpah dan juga banyaknya hasil tangkapan ikan oleh
para nelayan yang tinggal didaerah perbatasan lautan. Seperti didaerah Natuna
yang kaya akan sumber daya alamnya, sebut saja Gas yang sangat melimpah dan
membuat negara lain menjadi iri dengan negara Indonesia. sudah seharusnyalah
kondisi daerah perbatasan yang kaya akan SDA tersebut berimplikasi terhadap
semakin sejahteranya masyarakat.
Problematika masyarakat perbatasan
dengan masih tingginya pola ketergantungan antara nelayan dengan toke atau
pemodal bukan hal yang baru terjadi dimasyarakat nelayan di daerah perbatasan,
tetapi memang sudah menjadi ikatan-ikatan sosial yang cukup lama, sehingga
perlu strategi pemerintah dengan cara-cara yang tidak instan, tetapi lebih
memberikan pemahaman yang mencerahkan sehingga bisa berhasil dan merubah wajah
masyarakat nelayan diperbatasan.
Elemen masyarakat perbatasan harus
menjadi penguat negara kesatuan republic Indonesia, karena perbatasan tidak
bisa hanya diperkuat oleh kekuatan militer semata. Sudah seharusnyalah penguasa
merubah cara pandang yang lebih humanis dan tidak memarginalkan masyarakat local.
Karena aset sosial masyarakat local yang sudah begitu lama tinggal di
masyarakat perbatasan tidak boleh dikesampingkan hanya demi program yang
sifatnya mercusuar. Secara postkolonialisme warisan rezim orde baru memang
masih begitu ketara dengan diperkuatnya perbatasan dengan pembangunan militer
yang kuat. Seharusnya penguasa melihatnya terbalik dengan cara memperkuat
perbatasan dengan nilai-nilai, norma dan diperkuatnya budaya local. Karena sudah
terbukti nyata masyarakat perbatasan masih eksis dengan kebiasaan-kebiasaan dan
menjadi perekat dalam memperkuat ketahanan diperbatasan.
No comments:
Post a Comment