Sunday 18 September 2016

PASAR POLITIK UANG OLEH: SUYITO, S.SOS, M.SI DOSEN STISIPOL TANJUNGPINANG





         
Demokrasi electoral atau langsung memang sebuah harapan dari masyarakat untuk bisa menentukan calon pemimpin yang diharapkan, sehingga mampu memberikan harapan kepada masyarakat ditengah-tengah makin banyaknya pemimpin yang tidak mementingkan rakyatnya. Tetapi secara sosiologis demokrasi electoral dipermukaan bawah juga dirusak oleh semakin masifnya politik uang yang mengakibatkan menurunnya demokrasi electoral. Bahkan demokrasi electoral atau sekarang dirubah mekanismenya dengan pemilu serentak ternyata sudah menjadi pasar politik uang antara calon penguasa dengan para pemilih di lingkungan masyarakat. harga sebuah suara ternyata tidak ditentukan oleh kaidah hukum permintaan tetapi lebih ditentukan oleh variable yang sulit di ukur.
          Pasar politik uang terjadi dan sangat massif kalau dilihat dari kondisi pemilih yang masih seret dalam ekonomi, ibarat tutup ketemu botolnya. Kondisi pemilih secara ekonomi sangat besar mempengaruhi terjadinya pasar politik uang dimasyarakat. kondisi ekonomi masyarakat yang belum sejahtera dan banyaknya pengangguran atau penghasilan yang tidak mencukupi menjadi sasaran bagi para kandidat untuk melakukan praktek jual beli suara. Fenomena jual beli suara sudah bukan menjadi rahasia umum lagi di kalangan masyarakat hari ini. disinilah substansi demokrasi semakin deficit akibat semakin tidak diaajarkannya pendidikan politik cerdas kepada masyarakat. apalagi masyarakat sudah semakin cerdas untuk dirayu hanya dengan janji-janji politik yang sering kali dilupakan oleh para kandidat saat sudah duduk di singgasana kekuasaannya. Fenomena jual beli suara akibat para kandidat tidak punya ideology dan jiwa untuk membangun daerah. Ini juga diakibatkan oleh fenomena lingkungan politik yang sudah semakin besar pengaruhnya kepada para kandidat untuk melakukan jual beli suara dimasyarakat.
          Fenomena politik uang juga terjadi akibat pengaruh dari structural dimasyarakat. pengaruh structural yaitu adanya orang-orang berpengaruh didalam lingkungan masyarakat yang bisa mempengaruhi orang-orang dalam menentukan pilihannya. Dalam tindakan sosial Weberian dinamakan dengan tindakan tradisional. Tindakan tradisonal artinya orang dalam memilih kandidat tidak menggunakan rasional berpikir yang banyak pertimbangannya, tetapi justru ditentukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama. Hegemoni para tokoh pada lapisan sosial dimasyarakat yang mempengaruhi independensi orang-orang dalam menentukan pilihannya saat pilkada berlangsung. Jadi secara structural politik ternyata besar pengaruhnya para elit dimasyarakat dalam mempengaruhi, apalagi para pemilih sangat tinggi ketergantungannya pada patron di daerah.
          Selanjutnya pasar politik uang juga diramaikan  saat sebelum pilkada berlangsung, sudah ada kesepakatan antara kandidat dengan para pemilih dan dibayar dengan cara bayar dimuka terlebih dahulu. Kalau menang maka akan dibayar semua janji politik tersebut, walaupun ada juga yang ingkar janji dalam realitasnya. Tetapi di sebagian masyarakat ada juga yang hanya kerjanya sebagai golongan pengumpul uang tunai dari para tim sukses kandidat yang akan maju, tetapi tidak memilih. Karena ada juga yang punya alasan tidak ada gunanya memilih para kandidat tersebut, karena tidak ada realisasinya untuk masyarakat saat terpilih. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi mengatakan kandidat yang menang udah lupa dengan siapa pemilihnya dan sombong pula setelah terpilih. Dia lupa mandat diberikan oleh masyarakat, tetapi peran dan tanggung jawab sangat miskin sekali untuk mengabdi kepada masyarakat, begitulah realisasinya. Tetapi begitulah adaptasi atau kemampuan para kandidat dalam melakukan tradisi menyesuaikan dengan masyarakat, biar terpilih tujuan sebenarnya. Berbaurnya para kandidat dalam masyarakat merupakan strategi untuk bisa mengambil simpati masyarakat agar bisa mempengaruhi kesadaran politik masyarakat dan memilihnya. Pola seperti itu seringkali dipakai para kandidat dalam memuluskan hajatnya.
          Kemudian dalam masyarakat juga ada kelompok yang tetap segan untuk tidak memilih karena politik uang yang dilakukan oleh timses para kandidat. Ini merupakan sasaran empuk para timses untuk mempengaruhi tingkat keterpilihannya. Biasanya diberikan para timses saat momentum seremonial keagamaan, upacara adat dimasyarakat tertentu ataupun kegiatan sosial sehingga menambah semaraknya pasar politik uang dalam demokrasi electoral di daerah.
          Selanjutnya dalam pasar politik uang juga diramaikan oleh primordialisme etnis dan hubungan kekerabatan yang mempengaruhi electoral dalam setiap momentum pilkada dalam demokrasi didaerah. primordialisme etnis juga menjadi sasaran para timses kandidat dalam meningkatkan elektabilitas dalam pemilihan. Weberian sering menamakan ini dengan tindakan afeksional, atau adanya kekuatan ikatan emosional dalam setiap pemilih karena adanya kesamaan dalam latar belakang etnis dan asal daerah. Hal ini umumnya dijumpai didaerah yang sangat heterogen atau komposisi etnik yang beragam didaerah. tujuannya adalah untuk membangkitkan spirit primordialisme dengan tujuan bisa mendukung kandidat yang akan bertarung dalam pilkada. Sering kali ini dijumpai di dalam kehidupan politik masyarakat. para kandidat berusaha sowan kepada setiap kelompok suku atau paguyuban-paguyuban untuk meminta dukungan politik agar menang dalam momentum pilkada saat berlangsung.
          Begitulah yang terjadi dalam pasar politik uang dalam setiap momentum pilkada langsung atau pilkada serentak saat ini.walaupun sering kita lihat para kandidat tidak mau melakukan kontrak tertulis yang mengikat secara hukum. Karena bisa saja kontrak tertulis itu dijadikan alat bukti untuk proses hukum. Kontrak antara kandidat hanya terjadi pada perjanjian yang tidak diikat apapun, sehingga kalau ingin menuntut tidak punya dasar apapun. Sehingga sering kita lihat para kandidat yang menang dalam pertarungan sering lupa untuk menunaikan janjinya kepada masyarakat yang memilihnya. Sehingga momentum pilkada serentak dijadikan pasar politik uang oleh para kandidat dan juga para pemilih, atau hanya bersifat untung-untungan. Dari kesimpulan uraian diatas ternyata pasar politik uang terjadi kecenderungannya disebabkan oleh factor kondisi ekonomi pemilih,patron politik dimasyarakat, timing saat memberikan uang, dan juga factor primordialisme etnis.
          Para kandidat politik didaerah harus tetap di ingatkan bahwa demokrasi harus semakin cerdas dan bermutu, jika selama ini gencar dalam memburu suara rakyat dengan cara-cara tradisional. Para kandidat juga perlu melakukan politician education, agar masa depan demokrasi electoral semakin membuahkan hasil yang diharapkan oleh masyarakat.
          Banyak uang bukan menjadi jaminan untuk terpilih, karena kalau ideology itu yang dipakai oleh kandidat maka akan berusaha meminimalisasikan politik uang setiap pilkada. Karena politik uang akan membuat rapuh dan menurunkan legitimasi pemerintahan dimata masyarakat. oleh karena itulah perlu diputus lingkaran setan politik uang didalam setiap demokrasi electoral, agar dapat menghadirkan Clean Politics atau politik yang berintegritas. Semoga.






No comments:

Post a Comment