Wednesday 21 September 2016

OLIGARKI POLITIK DI DAERAH SUYITO, S.SOS, M.SI DOSEN STISIPOL RAJA HAJI TANJUNGPINANG WASEKUM KAHMI PROV. KEPR DanI PRESIDIUM VMP PUSAT







          Oligarki didefinisikan sebagai politik mempertahankan kekayaan (wealth defense). Kekuasaan material adalah basis bagi kekuasaan oligarkis. Demokrasi dan oligarkis sangat berbeda dalam prakteknya dalam kehidupan sosial. Kalau demokrasi sangat berkaitan dengan kekuasaan politik formal yang tersebar yang didasarkan pada hak, prosedur, dan tingkat partisipasi popular, berbeda dengan itu, oligarki didefinisikan sebagai kekuasaan material yang terkosentrasi yang didasarkan pada klaim atau hak yang dipaksakan atas kepemilikan atau kekayaan dalam Winter (2014:207).
Secara sosiologis oligarki politik merupakan dominasi kelompok  yang berada didalam lingkaran kekuasaan dan berusaha menguasai kepentingan ekonomi atau material untuk mempertahankan kemewahannya. Berbeda dengan kelompok elit yang kadang tidak memiliki kekuasaan materialis sehingga harus bekerja sama untuk bisa memberikan support dana demi kepentingan para kandidat untuk memuluskan kemenangannya di kontetasi demokrasi. Tindakan kaum oligarki yang kawin kepentingan dengan para kandidat atau elit politik yang akan bertarung bisa diprediksi secara sosiologis. Analisisnya adalah kalau memenangkan pertarungan tentu saja kaum oligarkis akan tetap untung menggarap kesepakatan dengan kaum elit yang jadi penguasa tersebut. Kemudian keberadaan kaum oligarki secara struktur sosial sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak para kaum elit saat berkuasa. Pemimpin yang tersandera oleh kaum oligarki tidak akan mampu melepaskan dari jerat  politiknya, sehingga secara dramaturgi permainan panggung depan pemimpin setelah berkuasa akan sangat bertolak belakang dengan janjinya saat berkampanye dimasyarakat.
          Dalam teori sumber kekuasaan, kandidat terpilih secara langsung tentu saja mendapatkan sumber kekuasaannya dari rakyat atau mandatnya diberikan oleh rakyat dalam demokrasi electoral. Tetapi belakangan ternyata kecenderungan penguasa selalu harus berurusan dengan janji-janji sebelum berkuasa untuk ditunaikan kewajibannya. Inilah dilema pemimpin didaerah yang selalu berani ambil resiko untuk maju mencalonkan menjadi pemimpin tetapi dari hasil hutang politik kepada elit ekonomi. Sehingga realisasi visi, misi beserta program dan proyeksinya untuk kesejahteraan masyarakat semakin kabur dari realitas public.
          Kaum oligarki sangat sadar bahwa demokrasi membawa ancaman yang berbahaya akan eksistensi di tengah-tengah public. apalagi dalam demokrasi langsung beban moral seorang pemimpin akan diminta tanggungjawabnya saat sudah jauh dari kaca mata public saat setiap membuat kebijakan public. tanggung jawab untuk mensejahterakan akan diminta langsung oleh public kepada setiap penguasa. Kalau tidak justru akan membuat ketidakpercayaan masyarakat kepada pemimpin. Masyarakat akan menjadi curiga dan mulai menilai peran orang-orang disekeliling penguasa yang kuat menyetir penguasa demi kepentingannya. Disinilah perlunya kekuasaan masyarakat sipil untuk mampu menekan sehingga peran kaum oligarki bisa dikurangi terhadap kekuasaannya.
          Secara structural fungsional kaum oligarki ternyata memberikan kontribusi positif terhadap para elit politik, sehingga tetap dijaga equilibrium dalam realisasinya. Keteraturan antara kaum oligarki dan kaum elit tetap harmoni dan bekerja sama, karena sudah terjadi consensus atau deal politik yang bersifat rasional. Apalagi dalam memperoleh hasil terakhir ternyata menang, pasti akan ada kesadaran kolektif antara elit politik dan kaum oligarkis. Tetapi acapkali terjadi juga anomi atau kegagalan dalam mencapai kesepakatan antara elit dan kelompok oligarki saat menelan kekalahan dalam pemilihan kepala daerah. Itu merupakan resiko politik yang harus ditanggung para kandidat dalam memenuhi janjinya untuk membayar hutang politik.
          Secara teori Konflik, pergantian kekuasaan merupakan hal yang lumrah dalam setiap suksesi kepemimpinan di dalam kekuasaan dengan cara bersaing dan berkompetisi sehingga terjadilah perubahan. Tetapi harapan masyarakat hanya sebagai kelompok yang termarginalkan akibat realitas sosial politik yang masih belum dewasa dalam mendidik masyarakat dalam berpolitik secara cerdas dan pilihan rasionalitasnya. Kepentingan para penguasa dan kelompok oligarki masih terus menerus menempel dalam wajah kekuasaan hari ini, sehingga kepentingan masyarakat masih menjadi permukaan bawah atau kandang peliharaan yang hanya dibutuhkan pada saat pilkada akan dimulai.
          Oleh karena itulah kelompok oligarki perlu kekuasaan kaum elit politik untuk bisa menopang kepentingannya secara ekonomi dan politik, sehingga bisa dengan leluasa sebagai kelompok yang tersembunyi dan tidak kelihatan melakukan pressure apabila sudah menyimpang dari perjanjian awalnya. Kelompok yang tersembunyi dan tidak kelihatan dalam teori kubus kekuasaan sangat besar mempengaruhi jalannya kekuasaan didaerah, sehingga seakan-akan ada tangan tidak Nampak tetapi sangat berkuasa dalam mempengaruhi setiap kebijakan ekonomi dan politik penguasa.
         


         

No comments:

Post a Comment